3 Kades Tersandung Hukum, Pengamat : Perlu Evaluasi Program Dan Tata Kelola

Boim / Fahry

Bogor. penanews.net _ Jawa Barat. Pasca ditangkapnya NH, Kepala Desa (Kades) Tonjong Kecamatan Tajurhalang Kabupaten Bogor oleh jajaran aparat penegak hukum dari Polres Depok terkait kasus penggunaan anggaran dana samisade, membuat publik kembali menyoroti soal penggunaan anggaran yang selama ini digelontorkan baik Pemerintah Pusat, Provinsi maupun Kabupaten kepada pihak Pemerintah Desa (Pemdes).

Pengamat politik dan kebijakan publik, Yusfitriadi mengatakan, sejak awal diri nya sudah seringkali menyampaikan bahwa program Dana Desa dan Satu Miliar Satu Desa (Samisade) sangat berpotensi besar banyak penyimpangan dan salah tata kelola.

“Meski berbeda, namun saat ini dari data dan informasi yang saya dapat, minimal sudah ada dua kasus membuktikan ada nya penyalahgunaan bantuan keuangan Dana Desa dan Samisade. Yaitu Kades Cidokom Kecamatan Rumpin terkait anggaran Dana Desa dan Kades Tonjong Kecamatan Tajurhalang terkait anggaran Samisade,” ungkap Yusfitriadi, Senin (17/7/2023).

Terlebih, lanjut Kang Yus, saat ini meski dalam konteks yang berbeda, adapula salah seorang Kades dari Kecamatan Gunungsindur yang juga terjerat dalam kasus hukum yang ditangani oleh pihak kepolisian.

“Walaupun tidak ada kaitan langsung dengan dana desa dan samisade, tapi minimal kondisi Kades yang terjerat dalam kasus – kasus hukum ini akan saling mempengaruhi terhadap kondisi pemerintahan desa,” papar Kang Yus, sapaan akrabnya

Menurut pendiri Lembaga Studi Visi Nusantara Maju ini, berkaitan hal itu maka perlu segera diambil langkah di dalam beberapa hal oleh pemerintah guna terjaganya dan terselamatkannya uang rakyat baik APBN maupun APBD.

Pertama, harus ada monitoring dan evaluasi secara komprehensif. Kang Yus sejauh ini mengaku tidak faham bagai mana pola evaluasi yang dilakukan oleh pemerintah saat ini. Apakah dilakukan monitoring dilakukan secara kuat dalam hal ini intensif dsn siapa yang berperan melakukan itu. Begitupun Evaluasi, apa sudah dilakukan secara obyektif dan terukur dan siapa yang berperan aktif dalam melakukan itu.

Kang Yus menghawatirkan ketika peran monitoring dan pengawasan itu hanya dilakukan oleh lembaga yang dibentuk pemerintah, sehingga hanya menjadi lingkaran setan yang melaksanakan praktek-praktek konspiratif.

“Nampaknya penting dipertimbangkan adanya tim eksternal yang berperan melakukan monitoring dan evaluasi terhadap uang rakyat yang dijadikan program DD dan samisade tersebut,” tegas Kang Yus.

Kedua, evaluasi pendamping desa. Kata Kang Yus, selama ini pemerintah sudah membentuk pendamping desa. Tentu saja mereka sangat strategis perannya dalam menguatkan peran – peran advokasi (pendampingan) terhadap semua hal yang menjadi permasalah di desa, termasuk dalam hal ini program samisade maupun dana desa.

“Persoalannya yang saya lihat selama ini, pendamping desa seakan hanya sekedar nama saja. Tidak terlalu kuat perannya di pemerintahan desa. Bahkan sangat mungkin petugas pendamping yang seharusnya bertugas mendampingi malah ikut di dalam lingkaran konspiratif tersebut,” cetusnya.

Padahal, lanjut Kang Yus, secara konsep sudah menarik adanya pendamping desa tersebut. Namun sering kali aspek kapasitas, kapabilitas dan kompetensi tidak nampak dan tidak menjadi sebuah pertimbangan saat proses rekrutmen dari pendamping desa tersebut. “Namun lebih pada orientasi politis, sehingga lebih kental peran politis nya dibanding peran – eran advokasi nya,” imbuhnya.

Ketiga, kesiapan sistem tata keloka. Kang Yus melihat kesiapan sistem baik itu yang berbentuk SDM, berbentuk aturan dan yang berbentuk standar pengelolaan program, kinerja dan keuangan belum disiapkan secara optimal.

Sehingga yang terjadi, program sudah berjalan sekaligus dengan pencairan dananya, sementara supporting sistem pengelolaannya tidak optimal, sehingga banyak celah disana – sini untuk praktek manipulatif. Terutama disiasati oleh Kepala desa dan aparaturnya.

“Yang pada akhirnya berapapun dana yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk desa tidak akan pernah bisa signifikan pengaruhnya terhadap situasi kondisi perkembangan dan pertumbuhan desa,” tandas pendiri Yayasan Vinus ini

Keempat, soal kajian, penelitian dan uji coba. Kang Yus menjelaskan, salah satu prinsip di dalam mewujudkan sebuah program, adanya tahapan kajian secara ilmiah sejauh mana pentingnya program tersebut, apa kebutuhan dan hasil yang akan dicapai.

Selanjutnya tahapan penelitian sebelum program disusun dan diwujudkan ada hasil riset untuk memetakan kebutuhan atas program tersebut. “Dan yang jarang dilakukan adalah tahapan uji coba. Padahal dengan tidak adanya uji coba itu, berakibat tidak bisa deteksi lebih awal terkait kelemahan, permasalah, potensi keberlangsungan program dan seterusnya,” pungkas Kang Yus.

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *