Bogor. penanews.net _ Jawa Barat. Penularan virus HIV di Kabupaten dan Kota Bogor saat ini semakin mengkhawatirkan. Pasal nya, ada fenomena perubahan laku (praktek) dari para populasi kunci dalam penyebaran virus tersebut.
Seperti diberitakan sebelumnya, di kabarkan ada peningkatan kasus penderita HIV AIDS di Kabupaten dan Kota Bogor. Hal ini terungkap dari laporan pegiat kesehatan dan sukarelawan yang selama ini aktif di dalam pencegahan HIV AIDS.
Muksin Zaenal Abidin, Direktur Lembaga Kesehatan Masyarakat (Lekas) menjelaskan, meskipun tempat lokalisasi, jumlah pekerja seks komersial (PSK) dan warung remang – remang, maupun tempat – tempat yang dijadikan sarang prostitusi lainnya telah berkurang, bukan lantas persoalan prostitusi dan penularan HIV menghilang
“Saat ini perkembangan teknologi yang semakin canggih dan global, justru menjadi salah satu sarang prostitusi dalam bentuk digital,” ucap Muksin Zaenal Abidin, saat dihubungi redaksi media ini, Selasa (4/7/2023).
Muksin mengungkapkan, berdasar data yang dimilikinya, pada tahun 2022 lalu tercatat ada 747 kasus HIV di Bogor. Sebagian besar dari pasien terpapar adalah usia – usia produktif. Ironisnya, dari data itu juga terungkap bahwa sebaran HIV bukan hanya pada populasi kunci tapi sudah ke masyarakat secara umum termasuk ibu hamil.
“Jadi kalau dulu sebaran HIV itu biasanya di populasi kunci misal pengguna narkoba suntik, PSK dan wanita di tempat hiburan malam, justeru saat ini juga ditemukan di kalangan lainnya, sifatnya umum,” papar Muksin.
Ia menambahkan, selain adanya migrasi (perpindahan) perilaku dari para pelaku prostitusi, peningkatan angka kasus positif HIV tersebut juga karena makin banyaknya tes kesehatan di tengah masyarakat.
“Jadi selain pemeriksaan mandiri, saat ini juga jangkauan mobil visity atau pemeriksaan keliling terhadap kemungkinan paparan virus HIV itu dilakukan lebih banyak,” jelasnya.
Masih kata Muksin, keterlibatan dari semua pihak baik pemerintah maupun warga masyarakat sangat diperlukan untuk meminimalisir penyebaran dan paparan virus HIV.
“Karena kalau Dinkes sifatnya di penanganan medis (pengobatan). Sedangkan untuk pendataan dan pemeriksaan butuh kepedulian dari semua pihak. Relawan sosial, aparatur perintah desa bahkan hingga tingkat RW RT,” tandasnya.
Sementara Nadia, relawan sosial yang selama ini aktif menjadi pendamping Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) mengatakan, jika seseorang terpapar HIV tidak akan punya gejala gejala yang menonjol.
Nadia menjelaskan, paparan virus HIV hanya bisa dipastikan ketika sudah dilakukan pemeriksaan oleh tim medis melalui uji laboratorium. Sehingga sudah pasti diperlukan adanya sosialisasi dan himbauan.
“Dari beberapa kasus pasien yang terpapar HIV dan ditemukan, rata – rata itu memerlukan sampai 3 kali pemeriksaan. Jika dalam 3 kali tes itu hasilnya reaktif, baru orang itu bisa dipastikan terpapar HIV dan biasanya langsung kami dampingi untuk mendapat pengobatan yang intensif, ” tukasnya.