Bandung, penanews.net _ Jawa Barat. Persoalan eksploitasi tambang di wilayah Bogor Barat hingga kini masih menyisakan banyak dampak sosial dan lingkungan. Pemerintah Kabupaten Bogor maupun Pemerintah Provinsi Jawa Barat dinilai belum maksimal dalam menyelesaikan persoalan yang ditimbulkan dari aktivitas tambang. Namun, keluarnya Surat Edaran (SE) Gubernur Jawa Barat Nomor 7920/ES.09/PEREK tentang penutupan sementara tambang memberi harapan baru bagi masyarakat di Rumpin, Parungpanjang, Gunungsindur, dan Ciseeng.
Sebelum terbitnya SE tersebut, mobilitas truk tambang dinilai semrawut. Masyarakat menghadapi kerusakan infrastruktur jalan, polusi udara yang memicu penyakit ISPA, hingga kecelakaan lalu lintas yang merenggut korban jiwa. Selain itu, persoalan kemacetan, pungutan liar, praktik upah rendah, hingga keterlibatan anak di bawah umur dalam pekerjaan tambang semakin menambah deretan masalah yang dirasakan warga.
Pada Kamis (2/10), Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengundang keluarga korban kecelakaan truk tambang ke Gedung Pakuan, Bandung. Dalam kesempatan itu, ia menyampaikan keprihatinan mendalam sekaligus komitmen pemerintah untuk mengembalikan fungsi negara yang dinilai selama ini abai terhadap rakyat.
“Selama ini negara lalai hadir di tengah rakyat. Maka, pemerintah sekarang berusaha mengembalikan fungsi negara. Penutupan tambang adalah langkah konkret yang kami ambil,” ujar Dedi. Ia juga menyerahkan kompensasi kepada keluarga korban, baik yang meninggal dunia maupun yang mengalami cacat akibat kecelakaan truk tambang.
Dedi menegaskan, jalan umum yang selama ini dilalui truk tambang bukan jalur khusus tambang. Karena itu, ia meminta perusahaan tambang wajib membangun jalur sendiri bila ingin kembali beroperasi. “Namun hal ini tidak sederhana. Regulasi rumit, dan pemerintah tidak mungkin menganggarkan jalur tambang karena biayanya besar,” katanya. Pemprov Jabar juga menyiapkan langkah hukum melalui Tim Hukum “Jabar Istimewa” untuk menggugat perusahaan yang melanggar aturan.
Pertemuan tersebut turut dihadiri oleh Ketua Aliansi Gerakan Jalur Tambang (AGJT) dan Himpunan Mahasiswa Rumpin (HMR) yang mendampingi keluarga korban. Mereka menyatakan dukungan terhadap kebijakan pemerintah dan mendesak agar SE penutupan tambang benar-benar dijalankan tanpa kompromi.
AGJT menilai penutupan tambang bukan hanya masalah teknis, tetapi juga menyangkut tata kelola izin usaha pertambangan (IUP) yang dinilai banyak bermasalah. “Hukum di hilir juga bermasalah. Banyak IUP tidak jelas, pengelolaan tambang tidak transparan, dan keterlibatan aparat dalam melindungi perusahaan bukan hal baru. Inilah yang membuat masalah tambang berlarut-larut puluhan tahun,” ujar Ketua AGJT.
Mereka berharap Pemerintah Provinsi Jawa Barat konsisten dalam menjalankan kebijakan penutupan tambang. “Kami mendukung penutupan tambang, tapi konsistensi pemerintah adalah kunci. Jangan sampai rakyat kembali dikorbankan,” tegas perwakilan AGJT dalam pernyataannya.
(Boim)