Bandung, penanews.net _ Jawa Barat. Persoalan eksploitasi tambang dan aktivitas truk pengangkut material di wilayah Bogor Barat kembali menjadi sorotan. Meskipun Pemerintah Kabupaten Bogor dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah mengeluarkan surat edaran tentang penutupan sementara tambang, dampak sosial dan lingkungan dari aktivitas tersebut hingga kini masih menyisakan masalah.
Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor 7920/ES.09/PEREK tentang penutupan sementara usaha tambang dinilai menjadi harapan besar bagi warga di Kecamatan Rumpin, Parungpanjang, Gunungsindur, dan Ciseeng. Selama bertahun-tahun, warga di kawasan ini harus menghadapi kerusakan infrastruktur, polusi udara yang memicu penyakit ISPA, kemacetan panjang, pungutan liar, hingga kecelakaan lalu lintas yang merenggut korban jiwa.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, pada Kamis (2/10/2025), mengundang keluarga korban kecelakaan truk tambang ke Gedung Pakuan, Bandung. Dalam pertemuan itu, ia menyampaikan rasa prihatin sekaligus menegaskan bahwa negara selama ini abai terhadap warganya. “Kami ingin negara kembali hadir untuk rakyat. Karena itu, tambang di Rumpin, Cigudeg, dan Parungpanjang kami tutup sementara lewat surat edaran ini,” ujar Dedi.
Dedi juga menyerahkan kompensasi kepada keluarga korban yang kehilangan anggota keluarga maupun yang mengalami cacat akibat kecelakaan truk tambang. Ia menekankan bahwa jalan raya yang digunakan truk selama ini bukanlah jalan tambang, melainkan jalan umum milik masyarakat. “Kalau perusahaan tambang ingin tetap beroperasi, mereka harus membangun jalurnya sendiri. Pemerintah tidak mungkin menganggarkan dana untuk itu,” tegasnya.
Lebih lanjut, Dedi mengatakan Pemprov Jabar tengah menyiapkan langkah hukum terhadap perusahaan tambang yang dinilai abai dan melanggar aturan. Tim Hukum Jabar Istimewa, menurutnya, telah mengantongi data dan kajian terkait perusahaan yang bisa digugat. “Langkah hukum akan kami tempuh, ini bukan hanya soal bisnis, tapi soal keselamatan warga,” tambahnya.
Dalam pertemuan tersebut, sejumlah organisasi masyarakat turut hadir, termasuk Aliansi Gerakan Jalur Tambang (AGJT) dan Himpunan Mahasiswa Rumpin (HMR). Mereka mendampingi keluarga korban sekaligus menyuarakan aspirasi warga yang selama ini terdampak langsung aktivitas truk tambang.
Ketua AGJT menyampaikan apresiasi atas langkah Gubernur dan Pemprov Jabar yang menutup sementara tambang. Namun ia menekankan, masalah pertambangan di Bogor Barat tidak hanya soal operasional truk, tetapi juga menyangkut izin usaha pertambangan (IUP) yang banyak dinilai bermasalah. “Proses perizinan tambang perlu dievaluasi menyeluruh. Selama ini ada indikasi keterlibatan aparat negara yang justru melindungi perusahaan tambang dan transporter,” ungkapnya.
Ia menambahkan, selama puluhan tahun persoalan tambang tak kunjung selesai karena adanya praktik penyimpangan dalam pengelolaan, mulai dari pungutan liar hingga upah murah, bahkan melibatkan tenaga kerja di bawah umur. “Kami berharap pemerintah konsisten dengan kebijakan penutupan tambang ini dan tidak terpengaruh kepentingan apa pun,” tegasnya.
Langkah tegas Pemerintah Provinsi Jawa Barat kini ditunggu konsistensinya. Masyarakat berharap kebijakan penutupan tambang benar-benar dijalankan di lapangan, bukan sekadar wacana, sekaligus memastikan perlindungan hukum serta keadilan bagi warga yang selama ini menjadi korban dampak eksploitasi tambang.
(Boim)