Desah Desas Desus, Benar Salah Sama-Sama Masalah

Desah Desas Desus, Benar Salah Sama-Sama Masalah

 

Oleh: Mariska Lubis

Banyak cerita dibuat-buat oleh ambisi sekaligus gelisah, membuat resah keresahan. Sebaran desas desus tanpa kebenaran yang pasti terurai tanpa terkendali. Mana yang benar dan salah, hoax dan bukan hoax bercampur baur menjadi saru. Siapa yang membuat dan siapa yang percaya?!

Jika banyak pepatah yang sudah mengingatkan untuk hati-hati di dalam berkata, memang hanya sedikit yang memberikan ingatan untuk hati-hati di dalam mendengar dan melihat (membaca). Terlalu mudah sandiwara kepalsuan dibuat untuk tujuan tertentu, tidak mudah untuk mampu mencerna dan membedakan. Semua seolah sama, karena sudah kehilangan kemampuan merasa. Nalar diandalkan seolah benar cerdas, suara hati ditinggalkan dengan berbagai alasan pembenaran.

“Bergunjing” dianggap biasa dan lumrah, apalagi di dalam masyarakat yang lemah menganalisa dan mengkaji, malas berpikir dan belajar. Heboh karena isyu tidak penting sudah biasa, yang penting eksis dan tidak “ketinggalan jaman”. Berebut menjadi yang paling menonjol dan “berbeda”, padahal tidak ada bedanya dengan yang lain. Hanya sebagai kerumunan tanpa kepribadian yang pada akhirnya tidak mampu memberikan solusi terbaik atas masalah-masalah serius. Dimanfaatkan terus untuk dan oleh kepentingan tanpa ampun, meski tidak berani mengakui dan terus melakukan kesalahan sama. Benar salah menjadi salah semua, tergantung siapa yang membuat pembenaran.

Bicara soal kematian, lupa dan dibuat lupa soal ekonomi. Belum selesai soal data, ribut lagi soal bantuan dan vaksin. Entah bagaimana mau menyelesaikan masalah, ribut dan ribet sendiri tidak bisa melihat ujung pangkal masalah. Ibarat benang kusut, jika hanya dipangkas dan digunting-gunting, pada akhirnya berantakan semua. Pro dan kontra sama saja, hanya bisa membuat desah dan berdesas desus.

Musyawarah dan diskusi pun tidak mau, lebih senang berdebat dan adu mulut. Menganggap enteng musyawarah dan diskusi, padahal di sanalah jiwa besar dan kerendahan hati diuji. Diberikan sudut pandang berbeda, dipandang pula sebelah mata. Sibuk terus dengan hal-hal yang tidak perlu, monoton, membosankan dan berulang-ulang. Tidak ada inovasi pemikiran strategis yang bisa diandalkan. Jika pun ada, siapa mampu mengerti?! Hanya sedikit saja manusia modern, primordialisme sudah terlalu mengakar dan menguasai pemikiran.

Tidak lagi perlu berharap dan berandai-andai. Merah Putih, berani menyucikan diri bukan sekedar kata. Sudah waktunya bukan hanya banyak bicara, tunjukkan dengan perbuatan. Orang Cerdas tahu kapan harus bicara dan kapan diam, tahu mana prioritas dan terlebih lagi tahu diri. Tahu menempatkan posisi sesuai situasi, kondisi, waktu, tempat tentunya bukan hal mudah, kebebasan bukan alasan menghapus adab, etika, norma. Keadilan pun tidak ada bila tidak mampu merangkum segala sisi dari setiap sudut.

Semoga berguna dan bermanfaat.

5 Januari 2021

IMG 20210104 WA0054

~Keledai Bukan Kuda, Kuda Ya Kuda~

Mariska Lubis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *