Jakarta. penanews.net _ Hingga kini, industri perkebunan kelapa sawit masih menjadi industri paling menjanjikan bagi perekonomian nasional dan tentunya berkontribusi juga terhadap kemajuan perekonomian daerah Indonesia Bagian Timur, khususnya di Papua dan Papua Barat. Potensi pengembangan kelapa sawit di Papua dan Papua Barat terus dilakukan karena bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
Hal tersebut dibahas dalam Webinar #RoadtoWakatobi pada Rabu, (12/08/2021) dengan tema ”Pembelajaran dari Hasil Evaluasi Perizinan Kebun Sawit di Provinsi Papua Barat dan Upaya Pengelolaan Lahan yang Berkelanjutan dan Berkepastian Hukum Pasca Penertiban” serta ”Peluang dan Harapan dari Pelaksanaan Program Strategis Nasional Pencegahan Korupsi Evaluasi Perizinan Kebun Kelapa Sawit di Provinsi Papua”.
Dalam laporannya, Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Papua Barat, Freddy Kolintama, menyampaikan bahwa landasan pelaksanaan evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit terdapat pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Perkebunan Kelapa Sawit, yang pada pelaksanaannya memerlukan koordinasi lintas sektor yang melibatkan Kementerian/Lembaga serta Pemerintah Provinsi Papua Barat. “Pada hasil evaluasi perizinan kebun sawit perlu diupayakan pengelolaan lahan yang berkelanjutan dan berkepastian hukum serta Hak Guna Usaha (HGU) yang tidak dimanfaatkan dapat menjadi lokasi kegiatan penataan aset melalui redistribusi tanah,” ujar Freddy Kolintama.
Sementara itu, Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Papua Barat, Yacob S. Fonataba, mengatakan masih ditemukan pelanggaran dalam evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Papua Barat. “Di antaranya adalah belum memiliki HGU, tidak memiliki izin pemanfaatan kayu dari Dinas Kehutanan, tidak melaporkan perusahaan kepemilikan saham dan susunan kepengurusan, belum menyelesaikan kebun inti, melakukan penanaman di lahan gambut, serta melakukan penanaman di kawasan hutan,” ungkap Yacob S. Fonataba.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa hingga saat ini tercatat sebanyak dua puluh empat perusahaan kelapa sawit yang berada di Provinsi Papua Barat dengan total luasan wilayah konsesi yang dievaluasi 681.974 hektare. Maka dari itu, pemerintah terus mendorong dan berusaha mendatangkan investor untuk berinvestasi di Papua Barat. “Langkah selanjutnya akan dilakukan monitoring dan evaluasi rencana aksi evaluasi perizinan oleh tim evaluasi perizinan dan KPK serta penyiapan masyarakat adat dalam pengelolaan lahan bekas konsesi,” kata Yacob S. Fonataba.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Papua, John Wicklif Aufa, mengatakan bahwa Kanwil BPN Provinsi Papua telah melakukan pemantauan terkait HGU di seluruh wilayah di Provinsi Papua dari Jayapura sampai Merauke melalui Kantor-Kantor Pertanahan setempat. “Lahan HGU pertanian dan perkebunan di Papua seluas kurang lebih 328.895 hektare berdasarkan hasil inventarisir Kanwil BPN Provinsi Papua, di mana lahan perkebunan kelapa sawit di Papua diperkirakan seluas 159.000 hektare pada tahun 2020, yang terdapat di beberapa kabupaten/kota. Jika ada tanah yang terindikasi terlantar, akan kita dorong dan sesuaikan penyelesaiannya dengan PP Nomor 20 tahun 2021,” tuturnya.
Muhammad Isro, selaku Wakil dari Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (STRANAS PK) yang juga hadir menjelaskan terkait pencegahan korupsi sudah dilakukan penyusunan Aksi Pencegahan Korupsi untuk tahun 2021 sampai 2022 melalui tiga fokus Aksi Pencegahan Korupsi, yaitu pertama Perizinan dan Tata Niaga, kedua Keuangan Negara, ketiga Penegakan Hukum dan Reformasi Birokrasi.
“Terkait pencegahan korupsi dalam perizinan kelapa sawit terdapat berapa aksi yang menjadi payung kita dalam menyelesaikan masalah tersebut, salah satunya aksi terkait kepastian dan percepatan perizinan Sumber Daya Alam (SDA) melalui implementasi kebijakan satu peta, di mana dalam kebijakan satu peta terdapat kajian sistem pengelolaan komoditas kelapa sawit yang intinya kebijakan satu peta dapat dijadikan alat untuk mendorong adanya penyelesaian tumpang tindih peta HGU dan tata kelola kelapa sawit,” jelasnya.
Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN, Surya Tjandra saat menutup webinar menuturkan, yang dilakukan saat ini di Provinsi Papua dan Papua Barat dapat menjadi suatu model yang penting. Dikatakan penting karena dilakukan secara menyeluruh atau seluruhnya dievaluasi sehingga akan ditemukan mana yang bermasalah dan tidak bermasalah. Ia sangat mengapresiasi Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat. Untuk itu, ia harapkan model yang diterapkan di Papua dan Papua Barat dapat diimplementasikan di daerah lain yang memiliki permasalahan serupa.
“Pada tema webinar #RoadtoWakatobi kali ini, kita dorong untuk memperhatikan bagaimana izin mulai diperhatikan pemanfaatannya, karena tanah yang sangat terbatas sehingga orang yang ingin masuk untuk investasi pun akan kesulitan. Niatnya untuk mempercepat serta memberi kepastian dan tanah tersebut memiliki manfaat,” ungkapnya
Sumber : ATRBPN_RI
Pewarta : Laela / Boim