Bogor. penanews.net _ Jawa Barat. IPW menilai bahwa soal konflik Rempang mengkonfirmasi kegagalan dari negara dalam hal menjalankan amanat Pasal 18 B ayat (2) UUD Tahun 1945, yang mengatur bahwa negara mengakui dan menghormati keberadaan masyarakat adat dan seharusnya dimanifestasikan dalam sebuah undang-undang.
Dalam siaran pers kepada media, Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso mengatakan bahwa Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat yang telah beberapa kali masuk dalam Program Legislasi Nasional (Proglegnas) sejak tahun 2004 sampai dengan saat ini, tidak kunjung disahkan.
Padahal, menilik sejarahnya, rakyat Rempang telah mendiami wilayah itu sejak tahun 1834, jauh sebelum Indonesia memproklamirkan diri sebagai sebuah negara merdeka,
“Karenanya pengakuan serta penghormatan kepada rakyat Rempang sebagai warga negara adalah sebuah keniscayaan,” ungkap Sugeng Teguh Santoso.
Berdasarkan hal-hal tersebut, IPW mendesak :
Pertama
Agar Presiden Joko Widodo meninjau ulang kawasan Rempang Eco-City, Kota Batam, Kepulauan Riau sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan berpegang pada prinsip hak menguasai negara untuk sebesar – besar kemakmuran rakyat atau setidaknya turun langsung mendengar keluhan masyarakat Rempang Galang. Bukan malah memerintahkan kepala BKPM / Menteri Investasi Bahlil Lahadalia yang malah melontarkan tuduhan pada negara lain atas konflik di Rempang Galang karena represi aparat keamanan.
Kedua
Agar Polri tidak melakukan intimidasi serta tindakan represif pada masyarakat, sebaliknya harus berlaku humanis, melindungi masyarakat Rempang-Galang agar dapat menyatakan sikap secara bebas, setara di dalam upaya mempertahankan haknya bahkan ketika melakukan perundingan dalam ganti rugi dan relokasi.
Polri menghentikan dugaan upaya kriminalisasi kepada warga Rempang Galang yang telah menggarap lahan yang diklaim oleh otorita BP Batam. Indikasi ini terlihat dengan adanya panggilan permintaan keterangan pada masyarakat oleh Polda Kepri.
Ketiga
Agar KPK, Polri dan Kejaksaan Agung sebagai penegak hukum mengusut dugaan kasus korupsi pengembangan kawasan Rempang Eco-City, Kota Batam, Kepulauan Riau bila terdapat cukup bukti.
Keempat
Komnas HAM harus membentuk tim pencari fakta independen yang bertugas menemukan akar masalah konflik masyarakat Rempang Galang dengan pemerintah terkait proyek Rempang eco city yg dikonsesikan pada PT MEG dengan melibatkan organisasi kemasyarakatan dan mengumumkan hasil investigasinya kepada publik.
Kelima,
DPR harus bekerja membela rakyat dengan membentuk Pansus Rempang-Galang sebagai pertanggungjawaban lembaga tinggi negara tersebut kepada masyarakat dan kasusnya telah menasional.