IPW Harap Polantas Polri Percaya Diri, Namun Tetap Profesional Dan Humanis

Bogor. penanews.net _ Jawa Barat. Melalui sebuah instruksi yang tertuang dan ditetapkan di dalam Surat Telegram (ST) Kapolri Nomor: ST/2264/X/HUM.3.4.5./2022 pada 18 Oktober 2022, Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo menginstruksikan Korps Lalu Lintas atau Korlantas agar tidak lagi melakukan tilang manual. Dan selanjutnya tilang diberlakukan secara elektronik atau disebut electronic traffic law enforcement (ETLE).

ETLE merupakan program dari Korlantas Polri sebagai implementasi teknologi di dalam mencatat berbagai pelanggaran lalu lintas secara elektronik. Teknologi tersebut dianggap berguna mendukung keamanan, ketertiban, keselamatan dan ketertiban lalu lintas serta pemetaan data kecelakaan yang menunjukkan keterkaitan antara tingginya pelanggaran dengan terjadinya kecelakaan fatal.

“Pengaturan program ETLE itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 272 menyebutkan, bahwa ntuk mendukung kegiatan penindakan pelanggaran di bidang lalu lintas dan angkutan jalan bisa digunakan peralatan elektronik,” ucap Sugeng Teguh Santoso Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Selasa (20/12/2022).

Namun Sugeng Teguh Santoso menilai, saat ini dengan adanya instruksi dari Kapolri tersebut, justeru terkesan jika Polisi Lalu Lintas (Polantas) menjadi kurang percaya diri saat melaksanakan tugas – tugas pokok dan fungsinya.

“Padahal kunci suksesnya pelaksanaan tupoksi anggota Polri termasuk lantas adalah soal profesionalisme di bidang nya. Polantas yang sudah dididik dan mendapatkan pelatihan khsus lantas tidak perlu ragu untuk melaksanakan tilang manual pada 4 jenis pelanggaran yang sudah digariskan pimpinan Polri,” jelas pria yang akrab disapa STS ini

Ia menjelaskan, tilang manual untuk pengendara kendaraan bermotor yang memakai plat nomo palsu, pelaku balap liar dan pengguna knalpot brong, harus tetap dilaksanakan dengan tegas tapi dengan sikap sopan dan humanis saat pelaksanaanya di lapangan.

“Kekhawatiran adanya komplain dari masyarakat, fitnah dengan memviralkan nya melalui video, seharusnya tidak perlu terjadi, jika petugas bekerja benar. Hal ini yang mengakibatkan polisi tidak percaya diri dan ragu – ragu, karena jika Polantas sampai viral akan dikenakan sanksi,” ungkap pengacara senior ini.

STS menyarankan, agar petugas lantas minimal harus bekerja dalam sebuah tim minimal ada dua (2) orang. Hal tersebut diperlukan agar ada anggota Polantas juga yang memvideokan pelaksanaan tugas penilangan manual tersebut.

“Sehingga nantinya dapat digunakan sebagai counter jawaban apabila ada penyesatan informasi melalui medsos yang misalnya menuduh bahwa petugas menyalahgunakan kewenangan,” imbuh STS.

IMG 20221220 WA0061

Untuk itu, lanjut STS, peralatan kerja dari para petugas Polantas Polri, terutama telepon genggam atau hand phone (HP) saat ini menjadi sebuah alat kerja yang sangat penting sehingga dapat pula digunakan untuk merekam pelanggaran.

“Misalnya, jika ada pelanggar lalu lintas yang mau ditilang lalu melawan petugas kepolisian, maka tidak perlu diladeni. Cukup divideokan saja plat nomor dan wajahnya. Setelah itu baru dilakukan penindakan tilang elektronik atau ETLE. Jadi intinya, Polisi harus tetap percaya diri, namun profesional dan humanis,” pungkas Sugeng Teguh Santoso Ketua IPW.

 

 

Boim / Fahry

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *