Bogor. penanews.net _ Jawa Barat. Indonesia Police Watch (IPW) meminta Presiden Joko Widodo sebagai Panglima Tertinggi TNI memerintahkan Panglima TNI untuk menjelaskan kepada masyarakat terkait alasan hukum dari penghentian penyidikan oleh Puspom TNI dalam perkara korupsi pengadaan Helikopter AW-101.
Pasalnya, saat ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah meneruskan proses hukum kasus korupsi Helikopter dengan melakukan upaya paksa menahan tersangka Irfan Kurnia Saleh pada 24 Mei 2022.
“Penjelasan oleh Panglima TNI sangat penting agar masyarakat tidak merasa dibingungkan dengan adanya fenomena pertentangan diametral penegakan hukum dalam perkara kasus korupsi pengadaan Heli AW-101,” ungkap Sugeng Teguh Santoso, Ketua IPW dalam siaran pers yang dikirim ke media ini, Sabtu (28/5/2022).
Sebab, lanjut STS sapaan akrabnya, pada akhir tahun 2021 lalu, Puspom TNI telah menghentikan kasus korupsi helikopter AW-101 lima tersangka yakni Marsma FA, Kolonel FTS, Letkol WW, Pelda S dan Marsda SB.
Sementara untuk pokok perkara sama yang menimpa warga sipil yakni Irfan Kurnia Saleh selaku Direktur PT Diratama Jaya Mandiri telah ditetapkan sebagai tersangka sejak Juni 2017. Pengusaha ini juga beberapa hari lalu telah ditahan KPK untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya dalam proses hukum di peradilan tindak pidana korupsi (tipikor).
Indonesia Police Watch (IPW) menilai dengan adanya satu pokok perkara yang sama tetapi dengan penegakan hukum yang berbeda tersebut akan menciderai penegakan hukum di Indonesia.
” Utamanya, dalam pemberantasan korupsi sehingga Presiden Joko Widodo harus turun tangan,” imbuh STS.
Padahal awal proses kasus ini dibongkar tahun 2016, sambung STS, antara KPK dan Puspom TNI telah sejalan dimana Puspom TNI dan KPK sepakat telah terjadi tindak pidana korupsi dalam pengadaan Heli AW-101.
“Penetapan tersangka kepada 5 anggota TNI oleh puspom TNI dan 1 warga sipil oleh KPK sudah tepat karena unsur-unsur melawan hukum dan atau penyalah gunaan kewenangan yang menimbulkan kerugian negara dinilai telah terpenuhi oleh penyidik,” bebernya.
Namun dengan dihentikannya penyidikan oleh Puspom TNI dan tanpa penjelasan alasannya, lanjut Sugeng Teguh Santoso, menjadikan penegakan hukum dalam pemberantasan tindak pidana korupsi menjadi timpang.
“Sehingga, dengan ditahannya tersangka dari pihak swasta oleh KPK menjadi batu ujian pelaksanaan hukum di Indonesia, termasuk pengujian kapasitas Jenderal Andika Perkasa yang saat ini oleh beberapa pihak diusulkan masuk dalam kontestasi Pilpres,” jelas Ketua IPW ini.
Masih kata STS dalam siaran pers IPW, sesuai penjelasan ketua KPK Firli Bahuri pengadaan Helikopter AW 101 tersebut didahului adanya pertemuan antara tersangka Irfan, Lorenzo Pariani dari perwakilan perusahaan Heli AW dengan Mohammad Syafei Asisten Perencanaan dan Anggaran TNI AU di wilayah Cilangkap, Jakarta.
Pertemuan itu membahas pengadaan Helikopter AW-101 dan diduga memberikan proposal terkait pengadaan heli AW-101. Harga satu unit senilai 56,4 Juta dolar, sementara harga satu unit pembelian Heli AW 101 kepada pihak produsen Heli AW 101 hanya 39,3 juta dolar.
STS menambahkan, Ketua KPK Firli Bahuri juga menyatakan bahwa dalam tahapan lelang, panitia lelang tetap melibatkan dan mempercayakan tersangka Irfan dalam menghitung nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS) kontrak pekerjaan.
“Selain itu dijelaskan oleh Firli kalau Irfan telah menerima pembayaran penuh tetapi barang yang diserahkan yakni heli AW-101 tidak memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan dalam kontrak,” papar STS.
Indonesia Police Watch (IPW) juga mengkhawatirkan kasus yang diajukan oleh KPK atas nama tersangka Irfan Kurnia Saleh pada persidangan Pengadilan Tipikor akan kandas karena terjadinya pertentangan penetapan antara Puspom TNI dan KPK dalam memandang perkara iniini serta karena kurang pihak disebabkan oleh Puspom TNI menghentikan perkara ditingkat penyidikan.
“Untuk itu, maka Presiden Joko Widodo diharapkan dapat meminta penjelasan pada Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa terkait perkara ini demi tegaknya prinsip – prinsip negara hukum yang diamanatkan dalam konstitusi UUD 1945,” pungkas Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso.
Boim / Fahry