oleh

Longmarch Rakyat: Aksi Jalan Kaki HMR dan Warga, Demi Hak Yang Dilangkahi

Bogor, penanews.net _ Jawa Barat. Ribuan warga dari Kecamatan Parung Panjang, Rumpin, Ciseeng, dan Gunung Sindur menggelar aksi longmarch sebagai bentuk protes terhadap maraknya kecelakaan akibat aktivitas truk tambang yang melintas tanpa pengawasan. Aksi damai bertajuk “Longmarch Rakyat: Jalan Kaki, Demi Hak yang Dilangkahi” ini dimulai dari Tugu Perjuangan Rumpin dan diwarnai seruan keras atas kelalaian pemerintah daerah. Kamis (19/6).

Dalam orasinya, para peserta aksi menyuarakan bahwa diam terhadap penderitaan rakyat adalah bentuk paling sunyi dari pengkhianatan. Mereka menilai bahwa jalur tambang yang kini digunakan truk-truk berat telah berubah menjadi “jalur maut” yang setiap harinya mengancam keselamatan warga, khususnya pejalan kaki, anak-anak, dan pengendara motor.

Koordinator aksi, Azis, menyampaikan bahwa aksi ini merupakan bentuk akumulasi kekecewaan warga terhadap kondisi yang semakin memburuk. “Setiap hari warga terancam nyawanya, setiap minggu ada korban jiwa. Pemerintah tidak bisa terus membiarkan ini terjadi. Kami turun ke jalan bukan untuk gaduh, tapi untuk menyelamatkan masa depan kami,” tegas Azis kepada awak media di sela aksi.

Azis menambahkan bahwa Peraturan Bupati Bogor No.56 Tahun 2023 yang seharusnya menjadi solusi, faktanya tidak dijalankan secara efektif. Menurutnya, pengawasan terhadap jam operasional truk tambang nihil, dan tidak ada sanksi nyata bagi pelanggar. “Apa gunanya peraturan kalau tidak ditegakkan? Rakyat butuh perlindungan nyata, bukan janji kosong,” lanjutnya.

Selain pengawasan terhadap Perbup, massa juga menuntut realisasi jalur khusus tambang agar kendaraan berat tidak lagi melintasi permukiman dan fasilitas publik. Mereka menyatakan bahwa pembangunan jalur tambang merupakan solusi permanen yang tak bisa lagi ditunda.

Minimnya penerangan jalan umum (PJU) turut menjadi sorotan utama dalam aksi ini. Para peserta mengangkat poster dan spanduk yang menuntut pemasangan lampu jalan di titik-titik rawan kecelakaan dan kriminalitas. “Gelap adalah celah maut,” kata mereka serempak dalam orasi.

Tak hanya soal tambang dan jalan, aksi ini juga menyerukan perbaikan fasilitas kesehatan. Banyak warga mengeluh karena harus dirujuk ke luar kecamatan akibat fasilitas pelayanan kesehatan di wilayah mereka masih jauh dari kata layak. “Kami butuh puskesmas yang lengkap, bukan hanya bangunan,” seru seorang ibu rumah tangga peserta aksi.

Aksi damai ini berlangsung tertib namun penuh semangat. Massa berpakaian serba hitam sebagai simbol duka atas banyaknya nyawa yang telah melayang akibat kelalaian pemerintah dan perusahaan tambang. Dengan semangat juang yang membara, para peserta aksi menutup longmarch dengan deklarasi tuntutan di depan Tugu Perjuangan. “Hidup mahasiswa! Hidup rakyat Indonesia! Hidup perempuan yang melawan!” menjadi pekikan terakhir yang menggema, menggugah kesadaran bahwa perjuangan rakyat tidak akan padam sampai keadilan ditegakkan.