Modernisasi Petani Demak : Bawa Pulang Gabah, Makin Mudah dengan Teknologi “Rayap Sawah”

Penulis : Supriyono / Daniel


penanwes.net _ Demak, Jawa Tengah. Penggunaan Teknologi “Rayap Sawah”, membuat proses panen padi milik petani di Desa Tlogorejo, Guntur, Demak, menjadi lebih mudah (4/3/2021). Ternyata, teknik panen padi _ala_ “rayap sawah” ini, telah beberapa masa panen, diterapkan para petani, tak hanya di wilayah setempat, namun sudah dilakukan di beberapa wilayah Demak.

Menurut Mbah Jiyo, petani setempat mengatakan, sebelum menggunakan ‘rayap sawah’, awalnya, untuk proses panen padi, para petani masih menggunakan cara _konvensional_ ‘mblower’ (jw: _ngedos_).

Baca Juga : penanews.net/berita/10251/tim-voli-pasir-garut-pastikan-dua-tiket-porda-jabar/

“Biasanya, untuk ‘mblower’ atau _ngedos_, petani pemilik padi melibatkan hingga 30 orang. Sekitar 25 orang tenaga di bagian _nyerit_ (memotong), dan 4-5 orang tenaga yg _ngedos_ (menangani perontokan gabah secara manual). Itu untuk menyelesaikan panen se-‘kedhok’ sawah, seukuran lapangan sepak bola, dan itu pun memerlukan penyelesaian hingga sehari kerja,” tambahnya.

Beberapa ibu-ibu petani yang sempat penanews.net konfirmasi, tentang cara panen ‘konvensional’, menjelaskan pada pagi hari, sebelum mempekerjakan tenaga _konvensional_ untuk turun ke sawah, petani pemilik padi, mesti menyiapkan anggaran khusus untuk sarapan dan rokok bagi para pekerja. Siangnya, masih harus mengirim _ransum_ makan siang lagi untuk semua pekerja.

IMG 20210307 174235

Bahkan, ada yang bilang, biaya-biaya pengeluaran itu, di luar upah “resmi” yg telah disepakati untuk masing-masing pekerja, yang terlibat proses pemanenan. Rata-rata sebesar Rp. 50 ribu untuk setengah hari kerja.

Hingga berita ini diturunkan, sudah jarang petani di kawasan ini menggunakan teknik panen dengan cara _konvensional_. Cara itu kini sudah mulai ditinggalkan. Petani kini lebih memilih beralih menyewa tenaga menggunakan “rayap sawah”, atau _Combine_.

Baca Juga : penanews.net/artikel/10239/belajar-tidak-mengeluh-di-usia-senja-dari-abah-amat/

Menurut keterangan yang penanews.net himpun, pemanfaatan _Combine_ sebagai “rayap sawah” untuk memanen padi, selain lebih efektif dari sisi waktu, juga jauh lebih efisien dalam menghemat anggaran petani.

Berdasarkan observasi yang penanews.net lihat dan saksikan, lahan padi seluas satu lapangan sepak bola ( _sekedhok_), ternyata langsung habis di-‘babat’ dan “dikunyah Si Rayap Sawah, hanya dalam satu jam saja.

Baca Juga : penanews.net/berita/10223/dua-orang-remaja-tewas-tersambar-petir-saat-main-hp-di-lapangan-bola/

Dengan hanya melibatkan 3 (Tiga) orang saja, bulir-bulir padi sdh masuk terbungkus, bersih, dan tertata rapi di setiap zak. Ke tiga orang yang ada di atas “rayap sawah”, memiliki peran masing-masing.

1 (Satu) orang sebagai operator jalannya ‘Rayap Sawah’. Kemudian, sambil alat terus melaju, 1 (Satu) orang yang tepat di samping kanan belakang operator bertugas menata zak untuk pengisian bulir-bulir gabah ke dalam wadah, dan 1 (satu) orang lagi berugas menjahit & menata zak, untuk diturunkan di titik kumpul hasil panen, sebelum diangkut ojek sawah ke rumah pemilik untuk dijemur.

IMG 20210307 174252
Para Petani Terlihat Sedang Memanen Padi Menggunakan Mesin Modern

Selanjutnya, kepada sekawanan petani di tempat panen, penanews.net, juga meminta keterangan tentang alasan mereka memilih menyewa alat tersebut.

Sembari bergurau, salah satu petani yg tidak ingin diketahui namanya menjelaskan, kalau dihitung-hitung, sewa _combine_ ‘rayap sawah’ jatuhnya malah lebih murah, dibanding mempekerjakan tenaga orang.

Baca Juga : penanews.net/umkm/10216/usung-platform-digital-marketing-natuna-seafood-pakansari-menjadi-destinasi-baru-pemburu-kuliner/

“Kami cuma bayar sewa ke pemilik _combine_ sebesar Rp. 600.000,- hingga Rp.700.000,- tergantung luas lahan. Setelah itu, gabah yg terhampar di sawah akan “dimamah”. Gabah pun tinggal diusung ke rumah, sudah bersih dari sampah jerami. Selanjutnya, tinggal jemur saja. Tidak perlu harus _nyilir_ lagi, untuk membuang sisa-sisa jerami,” terang mereka.

Sebelum pamit untuk mengakhiri liputan, salah satu petani berceloteh, “Terkadang, kalau tidak ingin repot, ngurus pengeringan, ya tinggal panggil pedagang, gabah ditimbang di tempat, selanjutnya gabah langsung masuk truk. Petani tinggal lipat dan masukkan “obat merah cap dua bapak” (uang) hasil panennya ke dalam saku celana”.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *