Musibah Sebagai Peringatan, Ujian, Dan Hukuman

gambar orang saleh dan berdoa

Foto : republika.co.id

Musibah sebagai Peringatan, Ujian, dan Hukuman

Oleh : Muhammad Chirzin, Cendekiawan Muslim

Musibah ialah kejadian atau peristiwa menyedihkan yang menimpa; malapetaka, bencana, kesengsaraan.

Siksa ialah penderitaan, kesengsaraan, dan sebagainya sebagai hukuman.
Azab adalah siksa Tuhan yang diganjarkan kepada manusia yang meninggalkan perintah dan melanggar larangan-Nya.

Bencana dapat dikategorikan menjadi dua: (1) bencana alam yang murni merupakan kejadian alam, seperti gempa bumi, dan (2) bencana non-alam, yakni bencana yang melibatkan campur tangan manusia, seperti banjir, kebakaran hutan, dan wabah virus corona.

Bencana ada kalanya berskala kecil dengan sedikit korban, dan ada kalanya berskala besar, seperti banjir bandang, gempa bumi, dan tsunami.

Allah swt berfirman dalam Al-Quran,
“Kerusakan telah tampak di darat dan di laut karena perbuatan tangan-tangan manusia. Dia akan merasakan sebagian kepada mereka akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar”. (QS 30:41)

“Tidakkah kaulihat bagaimana Tuhanmu memperlakukan kaum Ad? Di kota Iram, dengan tiang-tiang yang tinggi. Yang semacamnya tak pernah tercipta di seluruh negeri. Dan dengan kaum Samud yang membelah batu-batu besar di lembah. Dan Firaun Raja Tonggak-tonggak. Yang sudah sewenang-wenang di seluruh negeri. Dan memperbanyak kerusakan di dalamnya. Maka Tuhanmu menjatuhkan hukuman azab atas mereka”. (QS 89:6-13)

“Carilah negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, dan janganlah lupa bagianmu di dunia ini; dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah engkau mencari kesempatan untuk berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan”. (QS 28:77)

“Kami telah menghukum rejim Firaun dengan tahun-tahun kekeringan dan berkurangnya hasil panen, agar mereka mengambil pelajaran. Bila mereka mengalami musim yang baik, mereka berkata, “Inilah usaha kami.” Tetapi bila mereka ditimpa yang buruk, mereka lemparkan sebab-sebabnya kepada Musa dan pengikutnya. Ketahuilah, nasib mereka di tangan Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak tahu. Mereka berkata kepada Musa, “Apa pun bukti yang kaubawa untuk menyihir kami, kami tak akan beriman kepadamu.” Lalu Kami timpakan ke atas mereka bencana kematian, belalang, kutu, katak, dan darah sebagai tanda yang jelas. Tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka itulah kaum pendosa. Setelah azab menimpa, mereka berkata, “Hai Musa, berdoalah kepada Tuhan untuk kami sesuai dengan janji-Nya kepadamu. Jika kami dilepaskan dari azab, kami akan beriman kepadamu dan membebaskan Bani Israil pergi bersamamu.” Tetapi setiap Kami lepaskan mereka dari azab sampai batas waktu yang harus mereka penuhi, ternyata mereka ingkar janji. Lalu Kami jatuhkan hukuman. Mereka Kami tenggelamkan ke dalam laut, karena mereka telah mendustakan bukti-bukti Kami dan mereka tidak mengindahkannya”. (QS 7:130-136)

Allah swt memberikan cobaan berat kepada orang-orang beriman dalam menegakkan kebenaran. Sabar dan shalat menjadi jalan untuk memohon bimbingan dan pertolongan.

“Wahai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan dengan sabar dan salat. Allah bersama orang yang sabar. Janganlah kamu mengatakan orang yang terbunuh di jalan Allah itu mati. Tidak, mereka hidup, sekalipun tidak kamu rasakan. Kami pasti akan menguji kamu dengan perasaan agak takut, lapar, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang sabar. Mereka yang berkata, bila ditimpa musibah, “Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun” – kami milik Allah dan kepada-Nya pasti kami kembali. Mereka itulah yang mendapat karunia dan rahmat dari Tuhan, dan mereka itulah orang yang mendapat petunjuk”.(QS 2:153-157)

Seseorang ada kalanya mendapat nikmat lalu mensyukurinya atau ditimpa bencana lalu bersabar dalam menghadapinya.

Rasulullah saw bersabda, “Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin. Tidaklah Allah menetapkan sesuatu atas dirinya kecuali hal itu baik baginya. Jika mendapat kebahagiaan, ia bersyukur, maka itu merupakan kebaikan baginya, dan bila mendapatkan kesusahan, ia bersabar, dan itu merupakan kebaikan pula bagi dirinya.” (HR Muslim).

Kesabaran itu tiga macam: (1) sabar dalam meninggalkan berbagai hal yang diharamkan dan perbuatan dosa; (2) sabar ketika melakukan ketaatan dan mendekatkan diri kepada Allah swt; (3) sabar dalam menerima dan menghadapi ujian dan cobaan.

Abdurrahman bin Zaid bin Aslam berkata, “Kesabaran terdapat dalam dua pintu: (1) sabar dalam menjalankan hal-hal yang dicintai Allah swt, walaupun terasa berat; (2) sabar dalam menjauhi hal-hal yang dibenci oleh Allah swt walaupun sangat diinginkan hawa nafsu. Siapa melakukan keduanya, ia orang yang sabar.

Allah swt menguji hamba-hamba-Nya dengan cobaan. Terkadang Allah swt memberikan ujian berupa kebahagiaan, dan terkadang memberikan ujian berupa kesusahan, rasa takut, dan kelaparan, dengan hilangnya harta kekayaan, anggota keluarga, dan sanak saudara. Untuk itu Allah swt memberikan kabar gembira kepada mereka yang tabah dalam menghadapi musibah.

Orang-orang yang beriman bila mendapat musibah mereka segera mengembalikan segala peristiwa kepada Allah swt, dengan keyakinan bahwa diri mereka adalah milik Allah swt, dan Dia memperlakukan hamba sesuai dengan kehendak dan kebijaksanaan-Nya.

Ummu Salamah mendengar Rasulullah saw bersabda, “Tidak seorang pun dari kaum muslimin yang ditimpa musibah, lalu mengucapkan Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun, kemudian berdoa: Allahumma`jurni fi mushibati wa akhlif li khairan minha,” melainkan doanya itu akan dikabulkan.

“Musibah dapat berupa kekalahan dalam peperangan yang mengandung pelajaran” (QS 3:165-167).

Kejadian di Uhud adalah pukulan berat terhadap kaum Muslimin. Pihak kafir Mekah mendapatkan dua kali pukulan di Badar.

Bencana itu atas izin Allah swt, untuk menyaring keimanan orang-orang Islam, dan menunjukkan bahwa mereka harus berjuang menurut kemampuan mereka untuk mendapatkan pertolongan Allah.

Allah swt mencela orang-orang munafik yang bila ditimpa musibah akibat ulah tangan mereka sendiri, mereka datang kepada Rasulullah (umat Islam) mohon maaf seraya bersumpah, bahwa mereka berpihak kepada musuh karena demi kebaikan dan perdamaian.

“Di antara tanda-tanda orang munafik ialah tidak ikut serta dalam berjihad”. (QS 4:72-73).

Manusia cenderung berkeluh kesah. Bila mendapat musibah ia mendekatkan diri kepada Tuhan dan memohon agar
dibebaskan dari musibah itu, dan jika musibah telah usai, ia cenderung lupa diri dan melupakan Tuhan.

“Jika manusia ditimpa bencana, berdoa kepada Tuhannya dengan bertobat kepada-Nya, tetapi bila Dia memberi sedikit rahmat kepada mereka, tiba-tiba sebagian mereka mempersekutukan Tuhan”.(QS 30:33)

Ada bencana, bahaya atau kemalangan yang membuat manusia sadar bahwa diri mereka terjepit, perhatian mereka kembali kepada Sumber segala kesempurnaan dan kebahagiaan yang sebenarnya. Tetapi bila dengan rahmat-Nya ia diberi karunia, ia lupa diri dan melukiskannya sebagai hasil usaha mereka sendiri.

Kita niscaya mensyukuri segala nikmat Allah swt, tidak putus asa menghadapi segala ujian, banyak berdzikir, mendekat diri kepada Allah swt, dan memohon ampun atas segala kealpaan dalam menjalankan segala perintah dan menjauhi larangan-Nya, serta tidak enggan menunaikan tugas amar makruf nahi mungkar, mengajak pada kebaikan dan mencegah kemungkaran.

foto munammad Chirzin

Muhammad Chirzin

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2 komentar