Oleh: Mariska Lubis
Terkejut mendengar ada kejadian bom bunuh diri yang meledak di depan Gereja Katedral, Makassar, Sulawesi Selatan di pagi Hari Minggu, 28 Maret 2021. Situasi dan kondisi politik serta ekonomi yang sedang bermasalah bisa menjadi semakin kisruh dan semakin juga banyak masalah pada akhirnya. Ketenangan dan persatuan yang diperlukan guna bangkit dan keluar dari masalah jadi hancur. Siapa yang melakukan semua ini?! Jangan sampai ada kemudian tuduhan-tuduhan yang merugikan pihak tertentu hanya untuk kepentingan politik, sebab sepanjang sejarah perang pun, bom tidak pernah menjadi solusi dari masalah.
Tuduhan soal rasisme dan diskriminasi selalu menjadi bahan yang paling mengasyikkan untuk diangkat sebagai bagian dari politik pembodohan dan penghancuran. Ditambah lagi dengan korelasinya dengan agama, suku, dan ras, topik-topik tersebut merupakan objek yang sangat “seksi”. Isyu-isyu mudah dibuat dan dijadikan penggiringan, pengalihan, dan tidak sulit dibuat agar benar meyakinkan, terutama di dalam masyarakat yang didominasi oleh “audience people” atau “manusia penonton”. Bom yang sepertinya sengaja dilakukan di depan Gereja Katedral di Makassar, tentunya sangat menarik perhatian.
Belum selesai soal kasus penembakan km 50 dan sidang Habib Rizieq Shihab yang terus memicu lahirnya opini-opini kontroversial, yang semestinya tidak perlu terjadi, sekarang ada lagi bom di depan Gereja Katedral. Bila dirunut dari peristiwa 11 September di Amerika, yang dikaitkan dengan berbagai peristiwa peledakan yang dituduhkan kepada kelompok organisasi Islam, termasuk berbagai kejadian peledakan bom di Indonesia, tentunya tidak sulit untuk mengarahkan opini, meski belum tentu dilakukan oleh pihak-pihak yang menjadi tertuduh. Hendaknya semua bersikap hati-hati, bijaksana, dan adil dalam hal ini. Persepsi dan asumsi yang tertanam dan diyakini benar, bisa menyesatkan.
Siapapun pelaku bom bunuh diri ini tentunya memiliki tujuan politik tertentu, dan menurut pendapat saya pribadi, hanya merupakan trigger atau pemicu untuk diperhatikan. Bom tidak membantu menyelesaikan masalah, malah dalam situasi saat ini, membuat masalah yang sudah ada semakin besar dan rumit. Apapun alasannya, apa yang dilakukan dan terjadi membuat semakin sulit menyelesaikan masalah-masalah yang ada, diakui tidak diakui, disadari tidak disadari, disukai tidak disukai.
Sungguh mudah memecah belah dan sungguh sangat sulit tetap bersatu padu dengan segala kerendahan hati untuk tujuan bersama, bagi negeri tercinta. Lebih mudah menunjuk jari dan saling menuding daripada duduk bersama melakukan musyawarah untuk mencapai kesepakatan. Lebih mudah lagi menghancurkan daripada membangun untuk mencapai Masa depan dan kehidupan yang lebih baik. Egois dan kepentingan diri sendiri serta kelompok tidak membuat negeri ini semakin kesulitan, rakyat yang sudah kerepotan pun jadi semakin sulit lagi. Sampai kapan hal ini terus terjadi?!
Alasan dengan segala pembenaran-pembenaran bisa dibuat, namun hati yang tulus dan ikhlas semestinya bisa melampauinya. Memaksakan kehendak, siapapun yang melakukan, tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Duduk bersama dan lakukan musyawarah untuk kepentingan dan tujuan bersama jauh lebih baik dan meski sulit dilakukan, bila terus diupayakan, bukan hal yang mustahil bila mendapatkan restu dan ridha Allah Yang Maha Esa. Sebagai manusia yang Adil dan beradab, tentunya paham bagaimana yang semestinya dilakukan.
Malang, 28 Maret 2021
Mariska Lubis