Dinamika Pertarungan di Indonesia 1916-1962
Bagian I
Oleh Nunu A Hamijaya
Penulis Buku Historiografi UIBI/Tetralogi Islam Bernegara (1916-1962)
****
Bandung, penanews.net Jawa Barat- Sejak perjanjian Sykes-Pikot (1916), maka upaya membangun The New Wordl Order dimulai dg strategi cantik memberikan kemerdekaan kepada komunitas bekas koloni dibawah bendera National State dg lokomotif Negera Turki Modern (1942). Ini adalah cara baru utk membangun kekuasaan Kapitalisme Internasional dg menghadirkan institusi IMF,CGI,dan Bank Dunia sbg instrumental politik ekonomi mereka.
Di pihak lain, kaum Komunisme di negara-negara bangsa termasuk di Hindia Belanda membangun kekuatan basisnya dlm upayanya memperkuat Komunisme Internasional dg Kommitern yg berpusat di Rusia.
Bagi pejuang marxist di Hindia Belanda seperti Tan Malaka,Semaun,Musso,dan Aidit berkeyakinan bahwa
Konsep Negara-Bangsa sangat diragukan efektifitasnya dalam pandangan Marxisme.
Sebab, Marxisme memiliki pandangan The state is not “abolished,” it withers away. Artinya, jika cita-cita Sosialisme terwujud maka lembaga sosial negara akhirnya akan menjadi usang dan hilang.
Pasalnya, masyarakat akan mampu untuk memerintah dirinya sendiri tanpa negara dan penegakan hukum negara.
Namun,impian tsb pun belum.mampu terwujudkan karena pihak Kapitalisme Barat masih cukup kuat menghancurkannya ( PKI Madiun,1949)
Bgmana dg posisi umat islam? Di Hindia Belanda, kesadaran PAN ISLAMISme dg lokomotif HOS Tjokroaminoto, KH Mas Mansur berusaha mengikat umat islam di Hindia Belanda dg partisipasinya di konferensi Khilafah (Mesir dan Mekkah) yg hanya menghasilkan keputusan mengecewakan,bahwa perjuangan Islam dimulai dari masing2 kawasannya.
Sayang,bahwa elit pemimpin umat islam terjebak dan tergiur dg tawaran sihir kemerdekaan kebangsaan dg national state-nya yg sdh disiapkan para Kapitalismme,sehingga plat form negara islam menjadi hal yg seksi bahkan ditakuti dan menjadi musuh dlm selimut.
Namun,sebagian elit pimpinan umat islam sejak digagas HOS.Tjokroaninoto dg zelfbestuur (1916) dan pemerintahan Islam ala Negara Madinahnya Nabi SAW (dalam Tafsir PA/PT PSII 1931) tetap bergerak mewujudkan tatanan internasional Islam (waktu itu disebut PAN Islamisme).
Bahkan,tahun 1930 dalam bukunya Islam dan Sosialisme pd Bab IV menerjemahkan konsep PAN Islamisme dlm istilah IMPERIALISME MUSLIM.dg memberikan model Kekhilafahan era Umar bin Khattab yg menguasai wilayah hampir seluruh dunia.
Melalui beberapa kali konferensi,sejak Konferensi Tjisajong (1948) yg menggagas ttg berdrinya Negara Islam Indonesia dan Khilafah Dunia,dg lokomotif SM Kartosuwirjo, KH Gozali Thusi,Kamran, Rd.Oni, Dahlan dg restu ulama (nama2 sengaja tdk ditulis) berusaha memperjuangkannya hingga momentumnya Proklamasi NII (1949).
Yang terjadi adalah sebuah perang segitiga antara RIS dan NII dan menyusul NKRI (sbg RIS dg nama baru).Maka,fitnah besar pun terjadilah antara elit pimpinan islam Masjoemi dan NII yg tdk bersatu melawan musuh yg sebenarnya sejak zaman Hindia Belanda dan masa tahu 1945 dg penghianatan2 besar kepada umat islam bangsa indonesia,seperti kasus ACEHnya ,Piagam Jakarta, dan Negara Pasundan yg menjadi alat melawan NII di Jawa Barat.
Di sisi lain, elit pimpinan islam dari kalangan Masjoemi yg dimotori M.Natsir dan Syafrudin Prawiranegara mencoba dari sistem negara bangsa menawarkan Islam sbg dasar negara dg komitmen bersama lewat tuntutan berlakunya Piagam Djakarta (1945) yg jelas2 sudah dikhianati oleh elit nasional sekuler (Soekarno Hatta). Hal ini jelas gagal bahkan Masjomi dibubarkan (1960) dan tokoh2nya di penjara kota.
Bersambung