By: Abdurrahman Anton M.
Bandung penanews.net Jawa Barat- Jika hukum Islam diberlakukan maka pembunuh seseorang yang bukan karena membunuh, maka hukumannya adalah dibunuh juga. Kecuali jika ahli warisnya meminta ganti Diyat atau denda, atau ahli warisnya memaafkannya.
Demikianlah Islam memberikan kepastian hukum bagi ummat dan menjamin keadilan di tengah-tengah masyarakat.
Perlu diingat Hukuman Bunuh atau menghilangkan nyawa seseorang itu hanya berhak dilakukan oleh Penciptanya yaitu ALLOH Subhanahu wa Ta’ala bukan oleh makhluk atau manusia.
Hak menghilangkan nyawa seseorang adalah oleh Pencipta, Dia berhak menciptakan dan menghilangkan nyawa makhluknya.
Manusia hanya berhak untuk melaksanakan Hukum dari Penciptanya, bukan membuat hukum yang menghilangkan nyawa seseorang.
Dalam kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Hendri Hendono (HH) terhadap almarhum Letkol Mubin dilakukan tanpa sebab pembunuhan, maka pelaku dapat dikenai Had Qishosh (Hukum Balasan) Dibunuh.
Indonesia walaupun mayoritas perduduknya beragama Islam belum sepenuhnya melaksanakan prinsip-prinsip Hukum Islam.
Di negeri ini masih melaksanakan hukum warisan kolonial. Dimana seorang pembunuh dapat dipidana dengan pidana 15 tahun, 20 tahun bahkan hukuman mati jika terbukti pembunuhan dilakukan secara terencana.
HH bukan saja terancam dengan pidana 15 tahun atau 20 tahun tapi juga terancam Hukuman Mati.
Bahkan bukan saja HH yang terancam hukuman Mati, juga orang yang turut serta dalam pembunuhan tersebut dapat dikenakan pidana atas dasar Pasal Penyertaan.
Persoalan parkir sebentar Letkol Mubin di depan rumah HH yang menyulut emosi HH sampai membunuh korban merupakan tindakan berlebihan. Tindakan tersebut telah merenggut nyawa seseorang yang tidak berhak diambil.
Selain almarhum merupakan seorang prajurit TNI yang telah berjasa untuk bangsa dan negaranya, juga beliau adalah tulang punggung keluarganya. Dapat dibayangkan setelah beliau pensiun dari kesatuannya dengan pangkat Letkol beliau rela untuk menjadi seorang supir di toko mebeul di Lembang Bandung demi membiayai nafkah keluarganya. Yang ternyata setelah ditanya masih ada anaknya beliau yang bersekolah di tingkat SD.
Beliau juga adalah seorang bapak yang baik dengan latarbelakang pendidikan beliau pesantren, bahkan satu putrinya merupakan seorang Penghafal Al Qur’an yang ketika ditanya tinggal sedikit lagi mengkhatamkan hafalan All Qur’an nya in sya ALLOH.
Keluarga beliau selayaknya mendapatkan perhatian khusus dari negara selain dari sahabat seangkatannya di AKMIL maupun secorsanya yang bersama-sama dengan Tim Lawyers mengawal kasusnya ini.
Selain sangat perlu diperhatikan dalam kasus hukumnya tapi juga perhatian terhadap kesejahteraan kehidupan bagi ahli warisnya.
Sebagai seorang pencari nafkah yang halal almarhum merupakan seorang yang berada di jalan ALLOH Subhanahu wa ta’ala, maka kematiannya juga semoga kematian
yang syahid di jalan Nya.
Sebaliknya HH dikabarkan merupakan seorang muallaf yang ketika dia bersyahadat masuk Islam maka seluruh dosanya diampuni. Sayangnya setelah dosanya terhapus dikotori lagi dengan perbuatan dosa apalagi dosa pembunuhannya ini terkategori dosa sangat besar.
Ini pelajaran bagi semua kaum Muslimin terkhusus bagi para Muallaf dan para pembimbingnya bahwa Muallaf tidak cukup hanya mengucapkan 2 kalimah syahadat saja tapi harus terus ikut pembinaan keIslaman. Begitu pun para pembimbing Islam harus secara aktif untuk memberikan bimbingannya kepada ummat terutama kepada para Muallaf seperti HH. Dimana kemungkinan seorang muallaf memiliki track record perbuatan buruk yang pernah diperbuatnya sebelum masuk Islam, maka sangat wajib dibimbing dengan benar.
Kasus ini telah memperoleh perhatian dari semua pihak sehingga Polri dan juga para Hakim seharusnya bertindak objektif dan adil dalam menangani kasus ini. Jangan ada rekayasa dan tegakkan hukum dengan seadil-adilnya ex aequo et bono.
Selain harus memberikan efek jera bagi para pelaku kejahatan bidang apapun juga menjadi pelajaran bagi masyarakat secara umum.
Kini Pembunuh terancam dengan ancaman Pasal 340, 338, 351 ayat (3) KUHP. Begitupun pihak yang turut serta dalam peristiwa tersebut dapat dijerat dengan Pasal 55 dan 56 KUHP.
Demikian Tim Advokasi Letkol Mubin menyampaikan statementnya.
Tim ini dipimpim oleh advokat senior Mukhtar, Sh., MH., Sahar Harahap, SH., Dr. Anton Minardi, SH., MA., Hendy Noviandy, SH., Muhsin, Agnan, SH., MH., Faisal Wahid, SH., Lahmuddin, SH., dan advokat lainnya yang direncanakan berjumlah 30 orang advokat.
Abdurrahman Anton M.
Lembaga Advokasi Umat ANSHORULLAH dan Tim Advokasi Letkol Mubin