Bogor. penanews.net _ Jawa Barat. Keberadaan aktivitas armada angkutan tambang di beberapa wilayah kecamatan khususnya di wilayah bagian utara Kabupaten Bogor, terus membuat pro dan kontra di masyarakat. Terlebih lagi, pasca ada korban tewas akibat kecelakaan lalu lintas antara sebuah truk tambang dengan sepeda motor warga.
Pengamat ekonomi dan sosial yang juga Direktur Skoba Madani, WE Swandana mengatakan, pro dan kontrak itu terjadi karena para pengusaha dan perusahaan galian tambang andesit, pengusaha jasa transportasi dan para sopir truk tambang serta pekerja tambang memiliki dalih usaha mereka harus dapat terus berjalan agar investasi dan pekerjaan tetap ada.
“Di sisi lain, masyarakat umum yang berada di luar usaha pertambangan merasa perlu dilakukan upaya penertiban agar kesehatan dan keselamatan jiwa mereka terjaga. Dua hal inilah yang menjadi pokok kenapa Pemkab Bogor mengeluarkan Perbup Bogor 120 tahun 2021,” ungkap pengamat sosial ekonomi WE. Swandana, Minggu (7/10/2022).
Namun di dalam perjalanan pelaksanaan Perbup tersebut, lanjutnya, justeru dapat terlihat nyata di lapangan bahwa Perbup Bogor 120 tahun 2021 itu masih belum maksimal baik dalam soal penerapan maupun penegakannya.
“Hal ini yang menimbulkan masyarakat banyak memberi kritik tajam pada kerja dari aparatur terkait Perbup ini. Jadi bisa disimpulkan Perbup Bogor ada tetapi seperti tiada. Pelanggaran terus saja di lakukan, sehingga jatuh lagi korban nyawa manusia,” papar Swandana.
Hampir senada, Ketua Aliansi Gerakan Jalur Tambang (AGJT) Junaedi Adi Putra mengungkapkan, dari catatan yang di miliki pihaknya, tercatat sepanjang bulan September 2018 hingga Desember 2019, saja, aktifitas truk tambang di 3 wilayah kecamatan yaiitu, Gunungsindur, Rumpin dan Parungpanjang, 19 (sembilan belas) korban meninggal dunia akibat adanya laka lantas yang melibatkan kendaraan angkutan tambang.
“Catatan itu belum kami perbarui, karena belum kami catat dan masukan data yang menjadi korban jiwa dari tahun 2020 sampai 2022 ini. Dan belum juga ditambah dari wilayah kecamatan lain di Kabupaten Bogor yang juga dilintasi oleh armada truk tambang,”‘ papar Junaedi.
Jun, sapaan akrabnya menjelaskan, dari 19 tragedi musibah kecelakaan lalu lintas berujung maut itu, tujuh korban jiwa yang meninggal dunia diantaranya melibatkan supir truk dibawah umur dan sepuluh di antaranya melanggar perjanjian soal jam operasional melintas sebelum ditetapkan adanya Perbup Bogor 120 tahun 2021.
“Ironisnya, selama ini kecelakaan maut itu hanya dianggap sebuah takdir semata oleh perusahaan. Padahal anggapan itu sulit ditelan mentah – mentah oleh akal sehat. Karena ada unsur kelalaian dan pelanggaran oleh armada angkutan tambang,” tandas Junaedi
Ia menegaskan, sudah saatnya Pemprov Jabar melakukan evaluasi soal ijin usaha pertambangan dan membangun jalur khusus angkutan tambang. Sedangkan untuk jangka pendek Pemkab Bogor harus bisa lebih tegas menegakan aturan yang ada di Perbup Bogor 120/2021.
“Itu semua untuk terciptanya suasana tertib, aman dan selamat bagi seluruh warga masyarakat yang tinggal di area lokasi tambang dan wilayah yang jadi lintasan jalur angkutan tambang,”‘ tandas Junaedi Adi Putra, Ketua AGJT.
Boim / Fahry