penanews.net Bandung, Jawa Barat- Sejak pengumuman akan diberlakukannya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat oleh Presiden Joko Widodo, Penulis telah menyampaikan sejumlah kritik terhadap kebijakan tersebut. Dari nomenklatur, istilah PPKM tidak dikenal dalam undang-undang. Jika harus memunculkan nomenklatur baru, tentu kebijakan yang mengikat publik seperti ini tidak dapat ditetapkan berdasarkan Instruksi Menteri, melainkan sekurang-kurangnya Presiden harus mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu).
Didalam UU No. 6 Tahun 2018 terdapat sejumlah istilah yang digunakan untuk mencegah dan menanggulangi masalah pandemi yang mengancam kesehatan dan keselamatan masyarakat. Dalam Ketentuan Umum pasal 1 angka 1-35, terdapat sejumlah istilah yang didefinisikan secara terperinci. Namun didalamnya tak satupun memuat istilah atau nomenklatur Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.
Sejumlah tindakan dapat diambil oleh pemerintah dalam mencegah dan menanggulangi pendemi, dari Karantina Rumah Sakit, Karantina Rumah, Karantina Wilayah hingga Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). kebijakan PSBB pernah diadopsi pemerintah, dimana pelaksanaannya menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah.
PPKM Darurat yang berlaku di Wilayah Jawa dan Bali yang dikontrol penuh oleh pemerintah pusat, esensinya sama dengan Karantina Wilayah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 2 angka 10 dimana dijelaskan Karantina Wilayah adalah pembatasan penduduk
dalam suatu wilayah termasuk wilayah pintu Masukbeserta isinya yang diduga terinfeksi penyakitdan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk
mencegah kemungkinan penyebaran penyakit ataukontaminasi.
Namun, penerapan status Karantina Wilayah mewajibkan Pemerintah Pusat untuk bertanggung jawab Selama dalam Karantina Wilayah, kebutuhan hidup
dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada
di wilayah karantina menjadi tanggung jawab
Pemerintah Pusat, sebagaimana diatur dalam pasal 55 UU No 6/2018. Kuat dugaan, penggunaan nomenklatur PPKM Darurat dan bukannya Karantina Wilayah adalah cara pemerintah untuk menghindari tanggung jawab selama masa Karantina Wilayah, kebutuhan hidup
dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada
di wilayah karantina yakni di Wilayah Jawa dan Bali.
Mirisnya, PPKM yang diterapkan tanpa memikirkan kebutuhan dasar rakyat ini dilakukan dengan pendekatan represif. Disejumlah daerah, baik di Jakarta dan daerah lainnya, pelaksanaan PPKM dilakukan dengan pendekatan tangan besi.
Sejumlah pedagang kecil yang mengais rezeki demi mencukupi kebutuhan hidup mereka yang tidak ditanggung negara, disemprot dengan Water Canon dengan pengawalan Polisi dan Tentara. Belum lagi, sejumlah petugas satpol PP melakukan pengambilan paksa barang dagangan dan properti pedagang, mirip dengan perampasan yang dilakukan VOC terhadap rakyat pribumi pada masa penjajahan.
Mereka tak pernah difikirkan setelah penertiban bagaimana mereka mencukupi kebutuhan hidupnya. Negara hanya hadir untuk menindak, tapi abai terhadap tanggung jawab mencukupi kebutuhan hidup mereka.
Tindakan represif dan brutal negara ini dilakukan dengan perspektif seolah-olah rakyat diposisikan sebagai musuh. Padahal, didalam aturan PPKM yang dikeluarkan oleh Menko Marves, didalamnya tidak ada satupun kewenangan yang diberikan oleh Negara melalui keputusan PPKM Darurat ini, yang memberikan kewenangan kepada Pemerintah untuk menggerakkan Tentara, Polisi dan Satpol PP untuk mengambil sejumlah langkah represif.
Lalu apa dasarnya tindakan represif tersebut ? apakah, Negara dalam status darurat sipil ?
Sebagaimana diketahui, pada mula pandemi saat Presiden mengeluarkan Keputusan Presiden No. 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Sebagai Bencana Nasional, Presiden mengumumkan kebijakan PSBB yang ketika itu akan didampingi dengan kebijakan Darurat Sipil agar pelaksanaannya dapat berjalan efektif. Namun, karena mendapatkan tentangan publik akhirnya Presiden batal memberlakukan status darurat sipil.
Darurat sipil adalah Keadaan darurat di mana kehidupan masyarakat sipil ditangguhkan atas alasan ketertiban dan keamananan. Jenis keadaan bahaya yang diatur oleh peraturan perundang-undangan di Indonesia melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1959 (Perpu Keadaan Bahaya 1959).
Hari ini, PPKM Darurat esensinya adalah Karantina Wilayah dengan pendekatan Darurat Sipil. Seluruh alat negara dikerahkan untuk membungkam rakyat, sementara hak dasar rakyat tidak dipenuhi.
Sebenarnya, rakyat sedang sakit atau kekuasaan yang merasa sakit dan khawatir tumbang oleh kedzalimannya ? PPKM Darurat, protokol untuk menghadapi pandemi atau alat represi terhadap rakyat ?
[Catatan Hukum Atas Tindakan Represif Aparat Kepada Rakyat Berdalih Penegakan Disiplin PPKM]
Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Aktivis Pejuang Khilafah