by M Rizal Fadillah
Bandung penanews.net Jawa Barat- Prabowo-puan atau Prabowo-Cak Imin atau Jokowi-Prabowo merupakan pasangan yang berat untuk merebut simpati atau memenuhi keinginan rakyat. Prabowo-Puan bercitra kepanjangan rezim yang dinilai telah gagal atau ambyar. Prabowo-Cak Imin hanya bertumpu pada kekuatan Prabowo sendiri, dukungan Cak Imin di kalangan NU sudah terbelah. Sedangkan Jokowi-Prabowo merupakan pasangan inkonstitusional dan tontonan aksi dari permainan wajah ambisi dan kelucuan yang dipaksakan.
Memaksakan Prabowo untuk maju sebagai Capres tentu berisiko atas keberhasilannya. Prabowo 2024 berbeda dengan Prabowo 2019. Kegagalan pada 2024 bakal menjadi monumen dari seorang figur yang gagal permanen. Artinya perlu perenungan keras atas kenekadan langkah. Partai Gerindra juga akan terpengaruh masa depannya. Bahwa Prabowo itu unggul pada survey tidak menjadi ukuran. Bisa saja efek myopsis dari tipu-tipu lembaga survey. Di tengah modus pekerjaan dari lembaga hoax terdahsyat di era kini.
Peluang Prabowo terbuka jika ia memulai langkah dengan terobosan sebagai triumvirat. Artinya Jokowi yang tidak selesai hingga 2024. Jika ini terjadi Konstitusi mengatur tiga figur untuk memimpin negeri sementara yaitu Prabowo Subianto (Menhan), Tito Karnavian Mendagri) dan Retno Marsudi (Menlu).Tentu figur terkuat dengan daya dukung partai politik adalah Prabowo. Dengan status ini Prabowo akan unggul dan kuat untuk proses Pilpres berikutnya pada tahun 2024. Posisinya sebagai incumbent.
Jika Prabowo masih atau sangat bersemangat untuk menjadi Presiden, seharusnya bersama kekuatan oposisi mendesak presiden Jokowi dan Wapres Ma’ruf Amien agar segera mengundurkan diri demi rakyat, bangsa, dan negara. Jokowi sudah sulit untuk mendapat dukungan tulus dalam kepemimpinannya. Negara sendiri sepertinya sudah bergerak auto pilot.
Ketidakmampuan Presiden Jokowi dalam pengelolaan ekonomi, hukum, HAM, agama maupun demokrasi berpengaruh besar terhadap kapabilitas anggota Kabinet. Sulit memberi penilaian ada Menteri yang sukses dalam memimpin kementriannya, termasuk Prabowo. Ia tidak akan mampu menjual kesuksesan kementrian. Justru di era ini kedaulatan negara terancam dan rapuh.
Jalan strategis bagi Prabowo adalah triumvirat. Artinya harus turut mendesak Jokowi agar mundur dari jabatannya. Ma’ruf Amin tentu mengikuti. Ini adalah upaya untuk menyelamatkan Negara.
Pertanyaan mendasarnya adalah mau dan beranikah Prabowo ? Tentu diragukan.
Puja-puji setinggi langit pada Jokowi bahkan berbau menjilat membuat Prabowo kehilangan karakter kenegarawanan yang diharapkan.
Warga yang dulu mendukung habis Prabowo untuk Presiden dan kini berhimpun dalam komunitas pendukung calon Presiden lain berteriak “Sudahlah tidak perlu bicara lagi Prabowo. Prabowo sudah habis”. Ia mengeluh betapa kecewanya pada ketidakpedulian Prabowo atas kesulitan dan tragedi yang menimpa pendukung-pendukunganya di era pemerintahan Jokowi. Prabowo itu pelit dalam bersimpati apalagi mengadvokasi.
Prabowo memang bukan pemimpin yang baik.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 24 Agustus 2022