Pusing Pilih Pemimpin ?

Bandung penanews.net Jawa Barat- UUD 45 yang asli telah mengatur pemilihan pemimpin melalui perwakilan, sesuai sila ke-4 dalam Pancasila. Cara ini lebih efektip dan murah. *Perwakilan partai, golongan dan utusan daerah merupakan wakil rakyat*. Hasil pemilihannya merupakan pilihan rakyat.

Akan tetapi setelah beberapa kali UUD itu diamandemen, sekarang menjadi *pemilihan langsung sesuai dengan cara demokrasi di negara Barat*. Cara ini rawan kecurangan dan mahal. Demokrasi ala Barat ini secara langsung, 1 orang 1 suara. Artinya dewasa dan pemula, pintar dan bodoh, tokoh dan bukan tokoh, dermawan dan pengemis, sama saja semua bernilai 1 suara.

*Latar belakang calon pemimpin*, termasuk niat, kemauan calon ini sangat penting diketahui. Calon yang *sangat ingin jadi pemimpin*, calon seperti ini bisa menghalalkan segala cara untuk menang. *Calon seperti ini layak dilupakan*. Pemimpin yg tidak mencalonkan diri, tapi didukung oleh banyak orang, *lebih layak dipilih*.

*Waspada jangan terjebak pada figur terkenal dan ramah saat mau pilpres dan penuh kepura puraan, apalagi jika memberikan sesuatu atau janji seperti angin surga*.

Tentu saja *syarat formal yang jelas*, seperti jenjang pendidikan (Ijazah yg asli dan benar, agama yg benar, prestasi yg diakui orang banyak, kepemimpinan yg dapat dilihat dari track recordnya dan visinya dalam membawa bangsa & negara ini kedepan, menjadi pertimbangan juga.

FB IMG 1666425898181

Mana lebih baik *Pemimpin independen atau pemimpin partai*. Hal ini menarik juga kita bahas secara singkat.

*Pemimpin independen*, bebas tidak terikat. Jika *calonnya yg ingin jadi presiden*, terus minta diusung oleh partai bahkan sampai membeli perahu, tentu akan tersendera berbagai kepentingan, akhirnya tidak dapat tegas bertindak. *Calon seperti ini kelak akan menjadi boneka saja*. Dapat diabaikan.

*Pemimpin independen yg dicalonkan partai*, mempunyai posisi tawar lebih baik, ybs bisa tegas dan menolak jadi sandera. Calon seperti ini bisa menjadi pemimpin rakyat sebenarnya. Calon seperti ini dapat dipertimbangkan.

*Calon yg berasal dari partai*, sepanjang pengamatan agak sulit diandalkan oleh rakyat, karena tentu akan membesarkan partainya terlebih dahulu, sebelum berpikir untuk rakyat. Pendapat ini mungkin juga tidak benar atau sebagian benar. Yang jelas banyak fasilitas kelak yang akan dimanfaatkan oleh partai.

Calon dari partai sulit bergerak bebas, karena ada yang mengikatnya walau tidak tertulis. *Lebih berbahaya jika prinsip dagang yg dipakai sebagai acuan oleh calon ini*. Sederhananya berapa banyak dana yg harus disiapkan untuk partai, berapa orang kader yg harus ditempatkan, itu menjadi beban calon tersebut. Kader boneka dan kader numpang hidup tentu tidak layak dipilih. *Bukan berarti semua kader partai tidak layak pilih, karena ada juga kader yg baik tentunya* Kader partai yang jujur dan amanah tentu ada, kader seperti ini layak dipertimbangkan.

Senang atau tidak senang, di dalam syarat formal memang partai harus terlibat dalam pengusungan calon. Calonnya bisa dari kader/pengurus partai atau independen. Oleh karena itu tetap harus ada kader partai yg diambil untuk duduk di kabinet. Untuk menjaga persatuan dan keseimbangan, komposisinya yg harus diatur.

Idealnya komposisi kader partai di kabinet tidak lebih dari 25-30%, sisanya adalah para profesional di bidangnya. Dengan demikian sang calon presiden dapat membawa negara & bangsa ini ke arah tujuan dengan baik dan benar.

Semoga bermanfaat

Bandung, oktober 2022
Memet Hakim
Pengamat Sosial

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *