PW Desak Kapolri Turun Tangan Guna Hentikan Penyalahgunaan Kekuasaan Dalam Kasus Tambang Nikel Luwu Timur

Jurnalis : Boim / Fahry

Bogor. penanews.net _ Jawa Barat. Indonesia Police Watch (IPW) meminta Kapolri untuk menghentikan praktek penyalahgunaan wewenang dan arogansi kekuasaan yang dilakukan oleh oknum – oknum Polri dalam kasus tambang nikel di Luwu Timur, Propinsi Sulawesi Selatan yang diduga menindas pengusaha PT Citra Lampia Mandiri (PT CLM).

Hal ini dijelaskan Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam keterangan pers yang dikirim ke redaksi media ini. IPW mengaku telah mendapatkan pengaduan masyarakat terkait adanya dugaan tindak penyalahgunaan kewenangan oleh Polri secara sistematik dan terstruktur.

Dugaan tindakan tersebut melibatkan oknum-oknum anggota polri pada level Polres Luwu Timur, Polda Sulsel dan Mabes Polri dalam kasus hostile take over saham tambang PT CLM, anak perusahaan dari PT Asia Pasific Mining Resources (PT APMR) yang diduga melibatkan seorang pengusaha tambang besar yang dekat kekuasaan, berinisial Haji I.

Sugeng Teguh Santoso mengungkapkan, upaya sistematik dan terstruktur tersebut terwujud dengan upaya kriminalisasi melalui proses pidana, campur tangan aparat Kepolisian Daerah Sulsel dalam pengambil alihan fisik lokasi tambang.

“Di samping secara nyata, juga telah menempatkan pihak terafiliasi dengan pejabat tinggi di Mabes Polri sebagai pemegang saham baru PT CLM melalui PT Ferolindo Mineral Nusantara (PT FMN),” ungkap Sugeng Teguh Santoso, dalam siaran pers IPW, yang dikirim pada Kamis (29/12/2022).

Bahkan, lanjut STS sapaan akrabnya, penggunaan mekanisme hukum untuk upaya menguasai saham tanpa perlu membayar sisa kewajiban saham tersebut, diduga juga mengikutsertakan peran Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melalui pengesahan pemegang saham baru yang sedang dipersengketakan.

Ia menjelaskan, kasus ini berawal dari adanya kesepakatan perjanjian jual beli bersyarat jual beli saham PT APMR sebagai holding PT CLM oleh PT Aserra senilai 28,5 juta dolar AS yang dibayarkan dimuka sebesar 2 juta dolar AS. Nyatanya, kemudian kesepakatan itu tidak terwujud yakni PT Aserra tidak membayar sisanya sebesar 26,5 juta dolar AS.

“Akan tetapi dengan menggunakan mekanisme hukum pidana, administratif melalui tangan – tangan oknum anggota Polri dan pihak Kemenkumham akhirnya saat ini PT CLM dikuasai oleh pemegang saham baru di antaranya pengusaha Haji I dan pihak terafiliasi dengan pejabat tinggi Polri,” papar STS.

Indonesia Police Watch (IPW), lanjut STS, melihat fenomena kasat mata adanya penyalahgunaan wewenang anggota Polri tersebut didiamkan oleh pimpinan Polri. Hal ini sangat mengesankan bahwa mafia tambang nikel di Luwu Timur itu mendapat restu seperti dalam kasus Ismail Bolong sebelum menjadi viral di masyarakat yang menyeret keterlibatan anggota Polri dari level Polsek hingga Pati di Mabes Polri.

STS menjelaskan, dalam pengambil alihan paksa PT CLM, saat ini pengurus lama PT CLM dikriminalisasikan melalui berbagai laporan polisi. Setidaknya ada enam (6) laporan polisi yang ditujukan kepada direksi, pemegang saham dan karyawan PT CLM lama. “Sementara dua laporan polisi dari pihak PT CLM lama tidak diproses. Oleh sebab itu, sebaiknya semua kasus PT CLM ditarik Bareskrim Polri untuk ditangani secara imparsial, profesional dan berkeadilan,” cetus STS.

Selain itu, masih kata STS, keberpihakan juga memang terjadi dengan melihat banyaknya personil anggota kepolisian yang turun dan terlibat saat mengambil alih operasional PT CLM pada tanggal 5 November 2022. Bahkan saat itu pihak kepolisian menurunkan dua helikopter dan satu kapal pesiar serta kapal boad yang berisi anggota Brimob. Sementara di darat, anggota Polri dari Kesatuan Propam, Samapta serta Serse yang dikawal Dirkrimsus Polda Sulsel dan Kapolres Luwu Timur juga ikut dalam pengambilalihan perusahaan tersebut.

“Patut dipertanyakan biaya sumber dana operasional kapal helikopter, boat yang digunakan oleh petugas kepolisian,” ucap Sugeng Teguh Santoso.

Sedang kan, sambung STS, laporan polisi yang digunakan untuk mengkriminalisasi adalah Laporan Polisi bernomor: LP/B/107/XI/2022 SPKT Polres Luwu Timur/ Polda Sulawesi Selatan tertanggal 5 November 2022 tentang pencurian nikel ore. Kemudian disusul Laporan Polisi Nomor: LP/ B/ 108/ XI/ 2022/ SPKT/ POLRES LUWU TIMUR/ POLDA SULAWESI SELATAN tertanggal 8 November 2022 tentang penggelapan.

Di samping Laporan Polisi bernomor: LP/B/1230/XI/2022/SPKT/DIT KRIMSUS/POLDA SULAWESI SELATAN pada tanggal 15 November 2022 tentang pembangunan dan pengembangan terminal khusus tanpa ijin lingkungan. Kemudian ada Laporan Polisi Nomor: LP/A/421/XI/2022/DIT KRIMSUS/SPKT/POLDA SULAWESI SELATAN tertanggal 16 November 2022 tentang pemegang saham menyampaikan laporan palsu.

Perusahaan nikel di Luwu Timur itu juga dilaporkan ke Bareskrim Polri dengan nomor Laporan Polisi: LP/B/0558/IX/2022/ SPKT/BARESKRIM POLRI tanggal 26 September 2022 tentang tindak pidana di bidang tambang pasal 158 dan pasal 161 UU Minerba. Terbaru adalah laporan polisi bernomor: LP/A/473/XII/2022/Ditreskrimsus/SPKT Polda Sulsel tanggal 20 Desember 2022 tentang tindak pidana tata ruang dan lingkungan hidup.

IPW menilai bahwa upaya upaya dugaan tindakan kriminalisasi menggunakan proses hukum yang kasat mata berpihak serta menyalahgunakan kewenangan tersebut sudah jelas – jelas melanggar UU 2 Tahun 2002 tentang Polri, Perpol 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri, Perkap 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana.

“Sehingga untuk menunjukkan bahwa Kapolri memang bersungguh – sungguh memegang teguh program Polri Presisi maka IPW mendesak Kapolri mencopot Kapolda Sulsel, Kapolres Luwu Timur dan Dirkrimsus Polda Sulsel serta menghentikan upaya kriminalisasi kepada masyarakat khususnya pada pengusaha pemegang IUP PT. CLM,” pungkas Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *