Reformasi Kultural Polri, IPW Soroti Kasus Salah Tangkap Perkara Klitih

penanews.net _ Sidang perkara salah tangkap perkara Klitih dengan nomor perkara 124/Pid.B/2022/PN Yyk di Pengadilan Negeri Yogyakarta, Kamis (20/10/2022) dengan terdakwa FAS, disorot secara tajam Indonesia Police Watch (IPW/).

Dalam siaran pers IPW yang dikirim ke redaksi media ini, diungkapkan bahwa dalam proses persidangan kasus Klitih, muncul pengakuan dari terdakwa yang menyatakan bahwa dirinya mendapat penganiayaan dari oknum aparat dan dipaksa untuk mengaku sebagai pelaku pembunuhan.

“Dalam pembacaan pledoi, terdakwa mengaku dirinya dianiaya oleh aparat secara fisik dengan dipukul, ditendang serta dicambuk menggunakan selang air. Bahkan, dilempar asbak rokok, kursi dan benda keras lainnya oleh banyak aparat penyidik polsek Sewon,” ungkap Sugeng Teguh Santoso Ketua IPW menuturkan pengakuan FAS, Minggu (22/10/2022).

Sugeng Teguh Santoso mengungkapkan, dari kasus ini ia menilai bahwa reformasi kultural Polri sebagai polisi sipil yang humanis dan menghormati HAM masih jauh dari harapan. “Sebab aksi penyiksaan dengan menggunakan kekerasan masih dilakukan oleh oknum anggota Polri untuk memperoleh pengakuan,” kata STS sapaan akrabnya.

Dengan kenyataan ini, lanjutnya, IPW menilai bahwa pengawasan di internal Polri sangat lemah. Sehingga kekerasan dan penyalahgunaan wewenang oleh oknum anggota Polri terjadi tanpa berdasarkan koridor hukum.

“Perlakuan kekerasan dan menyiksa seseorang di tingkat penyelidikan dan penyidikan oleh aparat Polri untuk memperoleh pengakuan tidak dapat dibenarkan secara peraturan perundang undangan. Baik Undang Undang tentang HAM, UU tentang Polri dan juga Peraturan Polri (Perpol) dan Peraturan Kapolri (Perkap),” tegasnya.

STS menambahkan, pada sidang kasus Klitih ini, tepatnya di tanggal 6 Oktober 2022 lalu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia telah memberikan pendapatnya yang menyatakan dugaan polisi telah melakukan kekerasan dan penyiksaan dalam masa penyidikan.

“Bahkan Komnas HAM yang memantau perkara salah tangkap perkara Klitih itu, telah menyurati Propam pada 2 Agustus 2022. Namun, surat mengenai adanya dugaan kekerasan dan penyiksaan oleh aparat kepolisian tersebut tidak pernah ditanggapi,” cetus STS.

Dijelaskan STS, kasus Klitih ini terjadi pada hari Minggu, 3 April 2022 di Jalan Gedong Kuning, Kotagede, Yogyakarta yang menewaskan Daffa Adzin Albazith. Pada 9 dan 10 April 2022. Dalam kasus ini, pihak kepolisian menangkap lima (5) orang yakni A, H, F, R, dan D yang kemudian dijadikan tersangka.

Namun, dalam proses persidangan, lanjut STS, banyak saksi – saksi fakta yang mencabut keterangan dalam BAP-nya dan menyatakan bahwa isi BAP cenderung diarahkan oleh penyidik.

IMG 20221023 WA0038

“Para saksi yang dihadirkan juga tidak melihat pelaku sebenarnya dan juga tidak melihat plat nomor kendaraan yang digunakan pelaku. Sementara, para pelaku sejak awal sidang digelar secara konsisten tidak mengakui tindakan pidana yang dituduhkan Jaksa Penuntut Umum,” pungkas Sugeng Teguh Santoso Ketua Indonesia Police Watch.

 

Boim / Fahry 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *