Sertifikat Diatas Sertifikat, Kebon Joyo Dan Villa Yoro 805 Saling Klaim Batas

Bogor. penanews.net _ Jawa Barat. Masalah kepemilikan lahan tanah kembali menuai permasalahan sehingga tim penyidik dan pihak Badan Pertanahan Negara (BPN) Kabupaten Bogor termasuk dari Kepolisian dan TNI Wilayah Polres Bogor serta wilayah Kecamatan Sukaraja terjun langsung ke lokasi yang sedang ada perselisihan Antara GGCA Dengan Vila Yoro 805 berlokasi di kampung nyalindung RT 04 RW 04 Desa Gunung Geulis Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor

Menurut Kuasa Hukum dari pemilik lahan Kebun Joyo bahwa adanya dugaan penyerobotan lahan tersebut tidak di benarkan, hanya saja salah plotingan di antara batas-batas lahan tersebut, maka dari itu ini harus di buatkan laporan Kembali ke BPN kabupaten Bogor.

Baca Juga :

https://penanews.net/jps-cisarua-puncak-bogor-berikan-santunan-60-anak-yatim-dan-piatu/

Menurut, ”Kamaludin Ahmad SH Akar permasalahannya terletak pada kesalahan pihak BPN Kabupaten Bogor dengan menerbitkan sertifikat diatas sertifikat.

BPN dalam membuat dasar pendaftaran tanah tidak memasukan data sertifikat awal, sehingga terjadi overlef atas nama Sri Roro. Objek sengketa antara sertifikat a/n Kaharudin no kavling 279 m 390,,milik kebon joya no sertifikat 401 kav 289 an Tuti Rahayu… kav f 290 an Drs Edi.
Sehingga diatas sertifikat a/n Kaharudin dan a/n dangir marwoto muncul sertifikat baru atas nama Sri Roro. Karena pada saat pembuatan peta dasar pendaftaran kavling kavling tersebut tidak di masukan sehingga pada saat floating THN 2005 diketahui lahan tersebut overlef dengan kavling-kavling tersebut.

Menurut kuasa hukum Kamaludin SH, ibu Tuti Rahayu Bapak Kamaluddin Ahmad SH, Sudah saya sampaikan kepada penyidik itu adalah sertifikat yang dimiliki Ibu Tuti yang terbit tahun 1981 sedangkan menurut ketentuan undang-undang Apabila ada gugatan dalam jangka waktu 5 tahun itu boleh digugat.

Tapi kalau lebih berarti artinya menjadi alat bukti yang sempurna sepanjang terdapat ada data yuridis dan data fisik sehingga data fisiknya itu adalah batas-batas harus dihormati, kepada kepolisian saya sudah menyampaikan bahwa untuk bisa masuk ke pekarangan itu harus ada izin dan saya sebetulnya tidak mengizinkan. Tapi Kepolisian beralasan untuk proses penyidikan mereka secara tidak tegas menyatakan bahwa mereka akan tetap masuk karena kalau misalnya mereka berarti proses penyidikan ada yang menghalangi,Artinya mereka minta tolong kepada pemilik tanah untuk membantu proses penyidikan.

Baca Juga: 

https://penanews.net/dua-srikandi-pegiat-lingkungan-warna-alam-kibarkan-bendera-raksasa-di-tebing-curam/

Jadi itu alasan mereka dan setelah saya Tunjukkan batas-batas tanahnya ke staff dari Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor saya sampaikan batas-batas katanya ini dan saya sampaikan bahwa dalam proses pengukuran itu ada namanya asas kontradiktif delimitasi.

Di mana asas tersebut di mana Pada saat melakukan pengukuran harus disetujui oleh tetangga-tetangganya dan seharusnya dari penyidik itu tidak hanya mengundang ibu Tuti harusnya mengundang pemilik tanah yang lain setiap Hari Sugandi dan Summarecon dan ini tidak dilakukan,dan mereka memaksakan diri.

BPN menyampaikan bahwasanya hanya ditugaskan untuk mencari data kemudian dia meminta saya tanda tangan tapi saya menolak, karena saya tidak setuju Kenapa saya menunjukkan batas untuk kepentingan pemilikan batas-batas oleh pemilik karena saya sudah dikuasakan juga oleh pemilik, dan saya menolaknya karena saya tidak setuju dengan aturan-aturan yang mereka langgar yaitu azas kontradiktif delimitasi, “pungkasnya.

 

(Aji/Y2Z)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *