Tuduhan Rasisme Dari Mereka Yang Rasis

Oleh: Mariska Lubis / Pengamat Sosial Politik Ekonomi


penanews.net. Menuduh orang lain rasis sungguh sangat mudah, namun mengakui diri sendiri rasis tentunya tidak semudah itu. Sungguh terlalu mudah tuduhan dibuat dan ditunjukkan tanpa mau melihat latar belakang, posisi kedudukan, apalagi efek dan akibatnya ke depan. Rasisme pun dijadikan alasan untuk menutupi kesalahan yang sudah dibuat dan diteriakkan sedemikian lantang hanya untuk mendapatkan dukungan dari mereka yang tidak tahu menahu apa yang sebenarnya. Siapakah yang sebenarnya sudah rasis? Mereka yang dituduh atau mereka yang terus berteriak menggunakan kata “rasisme” untuk kepentingan kelompok dan politik tertentu?!

Seorang mahasiswa yang berasal dari daerah jauh sakit keras dan membutuhkan pertolongan. Kondisinya memprihatinkan dan harus segera ditolong. Datanglah bantuan, atas dasar kemanusiaan dan kewajiban sebagai insan manusia, mahasiswa yang sedang sakit ini pun dibawa ke rumah sakit. Sayangnya, setiba di rumah sakit datang segerombolan anak-anak muda dari daerah asal mahasiswa tersebut yang langsung menghalangi. Dengan sombongnya mereka melarang anak tersebut dibantu, bahkan untuk dipegang dan ditolong. Alasannya, mereka bisa bantu sendiri sebagai sesama satu suku dan daerah. Singkat cerita, mahasiswa yang sakit tersebut akhirnya dibawa pulang ke daerahnya, entah oleh siapa, dan wafat.Pertanyaan yang semestinya bisa dijawab oleh hati yang bersih dan pikiran jernih, “Siapa yang sudah rasis dalam kejadian tersebut?! Mereka yang berusaha menolong atau mereka yang memaksa mengusir mereka yang hendak menolong?!”.

Lain lagi dengan kejadian di Mana banyak mahasiswa dari daerah tersebut yang dikirim untuk jauh-jauh belajar. Tentunya biaya tidak sedikit dan bila pun mendapatkan beasiswa tentunya harus ada rasa tanggung jawab kepada yang memberikan. Niat baik untuk membantu mengarahkan agar para mahasiswa ini fokus belajar, ingat dengan masa depan, dan jangan sia-siakan kesempatan pun menjadi salah. Bahkan untuk menolong mereka dari intimidasi pihak-pihak tertentu yang menghasut dan mengancam bila tidak ikut dalam kegiatan-kegiatan politik berbahaya yang menjerumuskan pun menjadi salah besar.

Atas nama demokrasi dan kebebasan diuraikan dan dijadikan alasan untuk semena-mena dan seenaknya. Aturan yang dibuat dengan baik dilanggar. Heran juga, melanggar aturan dianggap benar tetapi konsekuensi atas apa yang sudah dibuat tidak mau diterima. Bicara dari ke hati ke hati ditolak, diajak bicara tidak mau, tindakan kasar dan merusak dibenarkan dan dibela. Malah kemudian tuduhan Rasisme Itu muncul kembali. Apa sebenarnya yang diinginkan?

Bila memang tidak suka dengan adab, adat, budaya suku dan wilayah lain, kenapa memaksakan kehendak?! Berteriak karena merasa sudah diperlakukan tidak baik tetapi sebelumnya sudah melakukan kesalahan, apa hebatnya? Jagoan?! Tidak!!! Jika memang benar baik dan berani, bukan hanya mampu teriak dan berbuat kasar. Ada banyak cara yang lebih elegan untuk menang dan mencapai tujuan, itu pun jika benar paham politik dan strateginya. Bukan sekedar sebatas kemampuan aktivis ala premanisme yang juga selama ini ditentang sendiri.

Anggaplah ini semua hanya sebuah cerita fiksi, namun hendaknya dijadikan bahan renungan yang diresapi mendalam sebagai instrospeksi diri. Tidak usah berteriak dan menuduh hanya untuk menutupi kesalahan diri. Mereka yang cerdas tentu tahu bahwa setiap masalah bisa diselesaikan dengan baik bila benar ada niat untuk menyelesaikan, bukan untuk menambah buruk suasana. Jika benar peduli dengan masa depan dan kehidupan yang lebih baik, semestinya mampu berpikir.

Rasisme bukan untuk mainan politik, kecuali bagi para kaum primordial yang tidak peduli. Uang dan kekerasan tidak akan membuat menang siapa pun. Kecerdasan dan kerendahan hati mampu membuat semua menang. Tahu diri, untuk apa menuduh bila diri sendirilah yang sudah rasis!

Bandung, 12 Maret 2021

IMG 20210312 WA0034

Mariska Lubis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *